ARTIKEL

Posted in | 4 Comments

ANDA INGIN TAHU TINJAUAN KEPEMIMPINAN YANG BENAR? ATAU APAKAH KEPALA SEKOLAH KITA ITU MASUK DALAM KLASIFIKASI PEMIMPIN? INI SEDIKIT REFERENSI AGAR TERHINDAR DARI PRASANGKA BURUK
KEPALA SEKOLAH; PEMIMPINKAH?
Oleh : SUKIR, S.Pd, M.Pd
Guru SMP Negeri 2 Bringin Ngawi


“Sakderengipun nyuwun lumunturing sih pangaksama dumateng para pangarsa pawiyatan wonten pundi kemawon”

Pengantar

Berangkat dari sebuah hipotesa bahwa 90% guru pernah ngarasani (membicarakan) keburukan kepala sekolah dan 10% saja guru yang membicarakan kebaikan seorang kepala sekolah itulah maka tulisan ini kami sampaikan. Tujuan utama tulisan ini adalah membarikan wawasan mengenai kemimpinan jika ditinjau dari sisi religius yang terlepas apakah jika dirasakan nylekit atau tidak. Tulisan ini dimaksudkan agar kita tidak selalu berprasangka buruk pada kepala sekolah di manapun berada. Sebab, dalam sebuah guyon pada media Online “Okezone” pernah dimuat bahwa dalam koran nasional diturunkan (dengan perubahan) headline yang berbunyi “50% Pejabat Negeri Ini Korupsi”. Paginya, para penegak hukum marah dan meminta redaksi merubah tulisan tersebut agar tidak menjadi fitnah maka esok hari diubahlah headline tersebut menjadi “50% Pejabat Negeri Ini Tidak Korupsi”. Nah….adakah perbedaan makna dari headline tersebut?. Di sinilah maksud tulisan ini dipaparkan agar tidak hanya berakhir dengan prasangka buruk ketika kita berhadapan dengan siapapun. Selain itu, dengan tinjauan secara religius ini, tentunya bisa mengingatkan kita bahwa sebenarnya ada aturan yang benar mengenai kepemimpinan itu dalam Islam.

Pemimpin itu Amanah
Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut, karena kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya itu. Janganlah terlalu jauh membicarakan pemimpin dalam arti penguasa negara, penguasa dalam organisasi, penguasa dalam perusahaan, menguasa dalam sekolah, penguasa dalam RT, kita sendiri adalah pemimpin. Kita adalah pemimpin bagi diri sendiri, pemimpin bagi istri maupun pemimpin bagi anak-anak kita. Memang, kita tidak akan dimintai pertanggungjawaban oleh instansi atau lembaga manapun akan tetapi, kita tetap akan dimintai pertanggungjawab oleh Allah Swt. Sejauhmana kita memanaj diri sendiri, istri maupun anak semua tidak akan terlepas dari pertanggungjawaban pada Allah Swt. Ini adalah pasti. Lalu bagaimana kalau kita menjadi pemimpin suatu lembaga atau instansi? Wah…. jangan ditanya lagi, pengadilan Allah takkan pernah bisa direkayasa. Kalau pada atasan, kita bisa merekayasa kwitansi, merekayasa laporan keuangan, maka dihadapan Allah Swt. sama sekali tidak bisa dan tidak mengenal rekayasa.
Amanah adalah tanggungjawab, oleh karenanya tidak berlebihan kiranya jika para da’i senantiasa menjelaskan bagaimana penghuni neraka ketika Rasulullah mengintip neraka yaitu para wanita dan orang-orang yang tidak bisa menjalankan amanah. Sementara penghuni surga adalah orang-orang miskin dan pemimpin yang adil yakni miskin sehingga memang tidak ada yang harus dipertanggungjawabkan dan para pemimpin yang dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinannya karena sikap jujur dan adilnya ketika memegang amanah. Dan disinilah makna amanah yang sebenarnya yakni mempertanggungjawabkan segala sesuatu kepada siapa yang telah memberi amanah yakni kepada atasan kita maupun secara individu nanti ketika kita menghadap Allah Swt.

Pemimpinkah kepala sekolah itu?

Suatu pertanyaan yang ringan namun tidak lebih dari suatu masalah yang dapat menimbulkan prasangka buruk jika tidak cermat menjawabnya dan jika hanya melihat sisi kelemaham manusia sebagai tempat salah dan lupa. Dan dalam tulisan ini memang sengaja tidak akan memberi jawaban atas pertanyaan tersebut. Tulisan ini hanya ingin menggiring akal nalar kita mencari referensi dari kaidah yang diyakini kebenarannya. Selain itu, memang tidak ada kewenangan pada diri seseorang untuk menilai apakah si “A” itu pemimpin atau tidak. Dan melalui tulisan ini setidaknya ada gambaran (yang tidak harus digunakan sebagai instrumen) apakah orang yang dihadapan kita itu pemimpin yang benar atau pemimpin yang dholim.
Rasulullah SAW bersabda: Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan jabatan kepada orang yang meminta dan tidak pula kepada orang yang berharap-harap untuk diangkat. (H.R. Hukhari dan Muslim). Senada dengan hadits ini, Nabi Muhammad SAW berkata kepada Abdur Rahman Ibnu Samurah ra: Wahai Abdur Rahman, janganlah engkau meminta untuk diangkat menjadi pemimpin. Sebab, jika engkau menjadi pemimpin karena permintaanmu sendiri, tanggung jawabnmu akan besar sekali. Dan jika engkau diangkat tanpa permintaanmu sendiri engkau akan ditolong orang dalam tugasmu. (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan dua hadis tersebut jelas bahwa pemimpin menurut pandangan Islam adalah orang yang tidak pernah meminta untuk diangkat menjadi pemimpin dan juga tidak pernah berharap kepada seseorang untuk diangkat menjadi pemimpin. Oleh karenanya jika seseorang pemimpin diangkat karena permintaan sendiri maka tanggungjawabnya akan menjadi besar sekali. Sedangkan jika pemimpin itu bukan karena permintaannya sendiri maka Rasulullah menyatakan bahwa orang (pemimpin) itu akan ditolong oleh orang lain dalam menjalankan tugas.
Dari uraian itu jelas bahwa kreteria pemimpin jika ditinjau dari cara pengangkatannya saja akan tampak tanggungjawabnya. Pemimpin yang benar, memang mereka diminta untuk menjadi pemimpin karena kemampuannya, kebijaksanaanya dan jiwa kepemimpinannya. Pemimpin yang dimikian akan memunculkan kebijakan-kebijakan yang bermanfaat dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Artinya kebijakan yang ditetapkan akan menjadikan orang yang dipimpin menjadi tentram karena kemanfaatanya dalam kehidupan dunia dan kemanfaatanya di akhirat. Kebijakan yang diterapkan akan mampu menggiring orang yang dipimpin senantiasa dekat dengan Allah.
Dalam hadis yang lain dijelaskan bahwa Abu Dzar ra. pernah berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak hendak mengangkatku memegang suatau jabatan?. Rasulullah SAW menepuk bahuku dan berkata: Wahai Abu Dzar, engkau ini lemah sedangkan jabatan ini amanah yang pada hari kiamat kelak harus dipertanggungjawabkan dengan risiko penuh penghinaan dan penyesalan, kecuali orang yang memenuhi syarat dan dapat memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. (HR. Muslim). Dari keterangan-keterangan hadits di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajukan diri untuk diangkat menjadi pemimpin
adalah sesuatu yang tercela apalagi tidak dibarengi dengan kelayakan diri menjadi pemimpin. Namun sebaliknya, apabila seseorang diangkat menjadi pemimpin karena dukungan atau permintaan umat, memenuhi syarat dan mampu menjalankan tugas dengan amanah maka yang seperti ini tidaklah tercela.
Dari penjelasan tersebut tampak bahwa jabatan adalah amanah yang tidak hanya harus dipertanggungjawabkan di dunia melainkan kelak harus dipertanggungjawabkan dengan risiko penuh penghinaan dan penyesalan. Masyaallah, begitu beratnya menjadi pemimpin sehingga sampai akhirat pun harus tetap bertanggungjawab. Namun demikian, penjelasan Rasulullah tersebut sangat berimbang, di satu sisi seorang pemimpin diberi warning berupa penghinaan dan penyesalan tapi di sisi yang lain Rasulullah membarikan pengecualian yakni orang yang memenuhi syarat dan dapat memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik maka ia akan mendapatkan kebahagiaan karena dapat melaksanakan kepemimpinannya secara adil. Lalu, bagaimana dengan pertanyaan, pemimpinkah kepala sekolah? Maka jawabnya, bahwa kalimat tanya tersebut adalah kalimat tanya retoris artinya kalimat tanya yang tidak perlu mendapatkan jawaban karena penanya sebenarnya sudah tahu jawabannya.
Memang, kalau kita baca Al Quran, maka sejauh ini hanya ada salah seorang yang meminta untuk diangkat menjadi pejabat, yakni Nabi Yusuf as. Dalam Quran tersebut dijelaskan bahwa Nabi Yusuf as. yang meminta jabatan dan menonjolkan dirinya agar diberikan jabatan sebagai bendaharawan negara di Mesir. Sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran: Jidikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir). Sesungguhnya aku pandai menjaga lagi berpengetahuan. (Q.S. Yusuf: 55). Dalam sejarah memang ada yang meminta jabatan tetapi itu adalah Nabi Yusuf as. Lalu, apakah dengan dasar tersebut kita mengasumsikan bahwa kita identik dengan Nabi Yusuf yang kemudian minta jabatan? Atau masihkah kita ngeyel kalau kita sama dengan Nabi Yusuf sehingga tetap menonjolkan diri untuk diangkat menjadi pejabat atau pemimpin. Astaghfirullah, mustahil itu ya Allah.

Konsepsi Pemimpin dalam Islam
Dalam Islam sudah ada aturan-aturan yang berkaitan dengan kepemimpinan, diantaranya sebagai berikut:
1. Niat yang Lurus
Hendaklah saat menerima suatu tanggung jawab, dilandasi dengan niat sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan. Lalu iringi hal itu dengan mengharapkan keridhaan-Nya saja. Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan. Artinya, seorang pemimpin tentu memiliki niat yang lurus yakni mencari ridha Allah. Jika ada pemimpin berorientasi pada nilai materi atau hanya mencari prestise maka itu bukan konsep kepemimpinan dalam Islam.
2. Tidak Meminta Jabatan
Nabi Muhammad SAW berkata kepada Abdur Rahman Ibnu Samurah ra: Wahai Abdur Rahman, janganlah engkau meminta untuk diangkat menjadi pemimpin. Sebab, jika engkau menjadi pemimpin karena permintaanmu sendiri, tanggung jawabnmu akan besar sekali. Dan jika engkau diangkat tanpa permintaanmu sendiri engkau akan ditolong orang dalam tugasmu. (HR. Bukhari dan Muslim). Hadist ini (sebagaimana dijelaskan di atas) adalah konsep kepemimpinan yang sangat kuat, kalau seseorang berusaha miminta pada orang lain atau atasan untuk diangkat menjadi pemimpin tentu ada sesuatu tendensi yang lain selain amanah, sebab amanah itu diberikan bukan diminta.
3. Berpegang pada Hukum Allah.
Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin. Allah berfirman,”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49). Ayat ini mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin harus berpegang teguh pada ketentuan Allah sebagaimana dalam Al Quran. Kalau tidak bisa atau tidak mengetahui hukum Allah ya…..Allahuakbar sajalah…..
4. Memutuskan Perkara dengan Adil
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir). Masyaallah….. jika seorang pemimpin itu tidak adil maka digambarkan jika nanti hari kiamat akan datang dengan keadaan terikat. Jika di dunia ia menjadi pemimpin yang adil maka karena keadilannya itu ia akan selamat tetapi jika ia tidak adil maka ia akan dijerumuskan oleh kezhalimannya
5. Tidak Menutup Diri Saat Diperlukan Rakyat.
Hendaklah selalu membuka pintu untuk setiap pengaduan dan permasalahan rakyat.Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
Dari hadis tersebut tersirat bahwa pemimpin yang benar adalah pemimpin yang selalu dekat dengan rakyat baik saat dibutuhkan maupun tidak dibutuhkan. Tetapi sebaliknya pemimpin yang dzolim adalah pemimpin yang menutup diri untuk kepentingan orang yang dipimpin atau selalu mempersulit orang yang dipimpin atau bahkan pemimpin yang benci pada orang yang dipimpin jika lebih baik atau lebih berhasil dari dirinya. Ingatlah, doa Rasullullah,’ Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya
6. Mampu memberi nasehat
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”. Inilah mengapa pemimpin itu dipilih, sebab pemimpin yang berkualitas adalah pemimpin yang mampu memberikan nasehat pada orang yang dipimpin bukan sebalinya mengajak untuk melakukan perbuatan dosa. Konsep, menasehati adalah kompetensi diri seorang pemimpin yang benar-benar universal karena prinsip ini pemimpin tidak hanya menunjukkan kekurangan orang yang dipimpin tetapi juga mampu menunjukkan alternatif pemecahan masalah, tidak sebaliknya hanya membuat masalah.
7. Tidak Menerima Hadiah
Seeorang yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati. Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari orang yang dipimpin.Rasulullah bersabda,” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani). Keprofesionalan seseorang akan tampak pada sikap prosedural atau sesuai aturan. Oleh karenanya pemimpin yang baik seharusnya tidak menerima hadiah tetapi memberikan hadiah atas prestasi orang yang dipimpinnya.
8. Memiliki Pembantu yang Amanah
Rasulullah bersabda,”Tidaklah Allah mengutus seorang nabi atau menjadikan seorang khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan pejabat (pembantu).Yaitu pejabat yang menyuruh kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan pejabat yang menyuruh kepada kemungkaran dan mendorongnya ke sana.Maka orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah,” (Riwayat Bukhari dari Abu said Radhiyallahu’anhu). Dalam hal ini, seorang pemimpin tentu memiliki seorang pembantu atau kepercayaan yang amanah, mampu berbuat baik dan mengarahkan kepada hal yang baik. Pembantu dalam hal ini lebih pada mitra kerja yang bisa diajak kerjasama melaksanakan tugas demi kemaslahatan bersama, bukan justru berkolaborasi merekayasa sesuatu demi kepentingan dan keuntungan individu.
9. Dan masih banyak lagi konsepsi kepemimpinan yang lain.
Dari uraian tersebut kiranya bisa dijadikan suatu wacana kepemimpinan dalam Islam, meskipun dasar yang dipaparkan baru sebagaian kecil dari dasar kepemimpinan dalam Islam yang ada. Dengan beberapa dasar yang telah dipaparkan setidaknya juga bisa dijadikan pedoman dalam melangkah bagi para calon pemimpin. Namun yang perlu dipahami, Pertama, bahwa siapapun kita adalah pemimpin yang nantinya tetap akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt karena “tiada selembar daun pun yang jatuh kecuali sepengetahuan Allah” apalagi rekayasa yang kita lakukan. Kedua, kita adalah manusia kalaupun toh berbaju mungkin berupa; staf tata usaha, guru, pesuruh dan lain sebagainya, oleh karena ingatlah akan baju kita sendiri, artinya, maaf…..kita tidak ada kewenangan menilai apakah kepala sekolah kita itu tipe pemimpin atau tidak, atau tidak ada hak bagi kita menilai apakah kalau ia pemimpin itu termasuk adil atau dholim. Sebab penilai yang sebenarnya hanya Allah Swt, Dzat yang tak pernah mau direkayasa oleh akal busuk manusia. Ketiga, siapapun kita dan baju kita adalah manusia tempat salah dan dosa sehingga sikap yang bijak adalah senantiasa memohon ampunan kepada Dzat yang mampu memberi ampunan. Semoga bermanfaat*

Ngawi, September 2008
Penulis


Sukir, S.Pd, M.Pd.


Selengkapnya...

Untuk mempermudah pemahaman siswa dalam belajar keterampilan bahasa perlu adanya media yang disiapkan. Salah satu media yang dapat kita gunakan adalah komputer. Jika di sekolah kita sudah tersedia LCD Proyektor akan sangat membantu kita. Berikut contoh bahan pembelajaran bahasa berbasis Power Point yang bisa diunduh:

1. Menyusun Paragraf

2. Menyusun Ucapan Selamat

3. Menulis Memo dan Surat

4. Makna Denotasi dan Konotasi

5. Majas Perbandingan

6. Kata Ulang

7. Kata Kajian dan Kata Populer

8. Kata Baku dan Tidak Baku

9. Kalimat Berita Negatif dan Larangan

10. Kalimat Aktif-Fasif dan Kalimat Langsung-Tak Langsung

Selengkapnya...

INI ADALAH SEBUAH REFERENSI TENTANG OBAT YANG DIREMONEDARIKAN OLEH ROSULULLAH DI ANTARANYA ADALAH Habbatus sauda ialah sejenis tumbuhan yang banyak didapati di kawasan Mediterranean dan di kawasan yang beriklim gurun

Pada tahun 1986, Dr. Ahmad Al Qadhy dan rekan-rekannya melakukan penelitian di Amerika tentang pengaruh habatussauda terhadap sistem kekebalan tubuh (imuniti) manusia. Penelitian yang dilakukan dalam dua tahap itu menghasilkan kesimpulan pertama: Kelebihan prosentase The Helper T-Cell atas suppresor cells ts mencapai 55% dan ada sedikit kelebihan atas killer cell orcytoxic sebanyak 30%.
Penelitian tahap kedua dengan melibatkan 18 suka- relawan yang badan mereka terlihat sehat dan segar. Mereka dibagi dalam dua kelompok, satu kelompok diberi satu gram habatussauda setiap harinya, dan kelompok lain diberi karbon. Selama empat pekan mereka mengkonsumsi habatus dan karbon yang sudah dikemas dalam butir-butir kapsul.
Hasilnya, habatus menguat-kan tugas-tugas imuniti dengan tambahan prosentase The Helper T-lymphocytes cell atas supressor cell-ts. Jadi, sistem kerja habatatussauda dalam tubuh manusia adalah dengan memperbaiki, menjaga dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia terhadap berbagai penyakit.
Dalam sistem kekebalan tubuh manusia, habatussauda adalah satu-satunya tatanan yang memiliki senjata khusus untuk menghancurkan segala macam penyakit. Sebab, setelah sel paghocytosis menelan kuman-kuman yang menyerang, ia membawa bakteri antigenic ke permukaannya, kemudian menempel dengan sel lymph, untuk mengetahui bagaimana susunan mikrobanya secara mendetil, lalu memerintahkan masing-masing sel T-lymphocytes untuk memproduksi antibodies atau sel T-spesific, khususnya adalah antigenic yang juga dibangkitkan untuk berproduksi.

Dinding sel B-Lymphocytes memiliki kurang lebih 100 ribu molekul dari antibodies yang saling bereaksi secara khusus dan dengan kemampuan yang tinggi dengan jenis khusus yang ditimbulkan oleh antigenic dalam mikroba. Antibodies menyatu dengan sel T- Lymhocytes, lalu bersama-sama dengan antigenic melawan mikroba, sehingga mikroba tidak dapat berkerja dan sekaligus bisa menghancurkannya.
Dengan demikian, kekebalan itu merupakan kekebalan khusus untuk menghadapi setiap hewan asing yang masuk ke dalam tubuh. Karena, habatussauda mempunyai kekebalan spesifik yang didapat secara otomatis, yang memiliki kemampuan berbentuk antibodies dan senjata sel serta pengurai khusus untuk setiap hewan asing yang masuk dan menyebabkan penyakit.

Menurut Dr. Al Qadhy, habatusaudah juga mempunyai kemampuan lain, seperti untuk melawan bermacam-macam virus, kuman dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh manusia.
“Karena itu, kami dapat menetapkan bahwa di dalam habatussauda terdapat kesembuhan untuk segala macam penyakit. Karena peranannya yang menguatkan dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh, suatu sistem yang di dalamnya ada kesembuhan dari segala macam penyakit, yang bereaksi terhadap segala sebab yang menimbulkan penyakit, yang memiliki kemampuan awal untuk memberikan kesembuhan secara sempurna atau sebahagian di antaranya untuk menyembuhkan segala penyakit,” ungkap Al Qadhy.
“Kata syifa’ dalam bentuk indefinitif di berbagai hadis juga menguatkan hasil kesimpulan ini, yang tingkat kesembuhannya berbeda-beda, tergantung pada kondisi sistem kekebalan tubuh manusia itu sendiri, jenis penyakit, sebab-sebab dan periodisasinya. Dengan bentuk keumuman lafaz dalam hadis, dapat ditafsiri sebagai suatu kesesuaian dengan berbagai pendapat di atas, yang disampaikan oleh para pen-syarh hadis,” imbuhnya.

Berdasar keterangan di atas Insya Allah penyakit seperti Systemic Lupus Erythematosus yang kata dokter belum diketahui penyebabnya pun bisa disembuhkan dengan mengkonsumsi habbatus sauda secara teratur. Bagaimana dengan AIDS dan flu burung serta SARS? Mengapa tidak, tinggal kita buktikan saja kan? Dunia sudah mengakui kalau Rasulullah shalallahu alaihi wassalaam bukan pembohong dan penipu.
Habbatus sauda ialah sejenis tumbuhan yang banyak didapati di kawasan Mediterranean dan di kawasan yang beriklim gurun. Banyak kajian telah dijalankan. Bagaimanapun kebanyakkannya ditulis di dalam Bahasa Arab, oleh itu pendedahan terhadap dunia antarabangsa tidak banyak dibuat.

Habbatus sauda digunakan secara tradisional untuk beberapa keadaan seperti untuk menghasilkan kulit muka yang cerah, membantu merawat batuk dan asma, kencing manis, selsema, keguguran rambut, tekanan darah tinggi, masalah untuk tidur, sakit-sakit otot dan sendi, rasa loya dan muntah, mengurangkan kolesterol, merawat batu karang dan sebagainya.

Ibnu Sina di dalam bukunya Canon of Medicine menyatakan Habbatus sauda …… merangsang tenaga dan membantu pemulihan kepenatan dan semangat.
Ibnu Qayyim di dalam bukunya Medicine of the Prophet menyatakan Habbatus sauda berupaya memulihkan penyakit-penyakit seperti batuk, bronchitits, masalah perut, kecacingan, masalah kulit seperti jerawat, sakit senggugut dan haid yang lain, menambah susu badan, menambah pengaliran air liur dan sebagainya.
Dr Ahmad Elkadi pula membuat kajian dan mendapati Habbatus sauda mempertingkat kan daya tahan sakit (immune system).

Antara bahan-bahan kandungan Habbatus sauda ialah Fixed Oil (saturated dan unsaturated), Minyak-minyak Asas (sterol, thymohydroquinone, carvone, limonine, cymene), Alkaloids, Saponin dan Asid Amino.
Di bawah ini disertakan 7 ciri-ciri utama habbatus sauda:

1. Nilai pemakanan
Habbatus sauda kaya dengan: monosaccharide glukosa, xylosa; polysaccharide; fatty acid yang tidak tepu (unsaturated essential fatty acids, EFA). EFA tidak boleh dihasilkan oleh badan kita, oleh itu sumber utamanya ialah dari pemakanan; amino acid yang membentuk protein; karotene iaitu sumber vitamin A; kalsium, zat besi, dsb.

2. Sistem imunisasi
Kajian yang dilakukan di Arab Saudi mendapati, habbatus sauda berupaya meningkatkan sistem imunisasi anda (daya melawan penyakit). Oleh itu ia mungkin penting dalam pengawalan kanser, AIDS dan penyakit-penyakit berkaitan yang lain.

3. Anti-histamine
Histamine ialah bahan yang dikeluarkan oleh sel-sel mast di dalam badan yang menyebabkan kesan-kesan allergik (alahan). Habbatus sauda mengandungi bahan yang menghalang protein kinase C, sejenis bahan yang mencetus penghasilan histamine. Oleh kerana penghidap penyakit asma selalunya mengalami masalah alahan, habbatus sauda mungkin baik diambil secara berterusan oleh pesakit-pesakit ini.

4. Anti-tumor
Kajian in vitro mendapati habbatus sauda berupaya menghalang pembentukan sel-sel tumor. Oleh itu, ia baik untuk digunakan untuk membantu menghalang penyakit kanker.

5. Anti-bakteria
Penyelidikan ke atas bahan ini mendapati ia mempunyai aktiviti anti-bakteria . Habbatus sauda didapati berupaya mengawal bakteria seperti E.coli, V.cholera dan spesies Shigella. Ini bermakna habbatus sauda baik untuk mereka yang menghidapi beberapa jenis penyakit seperti cirit-birit dan masalah-masalah perut yang lain.

6. Anti-radang (anti-inflammation)
Habbatus sauda didapati boleh mengurangkan radang (bengkak). Oleh itu ia baik untuk pesakit asma (mengurangkan radang dalam paru-paru), eczema (alahan yang menyebabkan gatal, kulit merah dsb.) dan arthritis (bengkak sendi).

7. Menggalakkan pengeluaran susu
Kombinasi lemak dan hormon yang didapati di dalam habbatus sauda menyebabkan pengeluaran susu ibu yang menyusukan bayi bertambah.

Habbatuh sauda yang beredar di pasaran ada 3 jenis
1.Yang asli … masih berbentuk bijiran2 kecil hitam, bentuknya seperti jintan atau wijen disebut juga dengan nama lain JINTAN HITAM. Rasanya paphit-pahit pedas sedikit, baik digunakan untuk orang dewasa.
2.Yang sudah diolah menjadi MINYAK.ini sangat baik untuk anak2 dan bayi yang belum bisa mengunyah biji aslinya. karena bijiran asli habbatuh sauda’ harus dikunyah sampai halus baru ditelan, kalau gak halus maka bijirin nya gak akan bisa di cerna oleh tubuh, karena saking kecilnya.
3.Yang diolah menjadi KAPSUL.

APA ITU NIGELLA SATIVA
Nigella Sativa tumbuh di berbagai belahan dunia, termasuk Saudi, Afrika Utara dan sebagian Asia. Nigella Sativa merupakan bunga fennel dari keluarga Ranunculaceae. Biji-biji Nigella Sativa ukurannya kecil dan pendek (panjang antara 1-2mm), hitam, berbentuk trigonal, memiliki rasa yang kuat dan pedas seperti lada.
Jenis Bunga Nigella Sativa ada dua macam, satu berwarna ungu kebirubiruan dan lainnya putih. Pertumbuhan bunga terletak pada bagian cabang, sementara itu daunnya saling tumbuh berseberangan secara berpasangan. Daun dibagian bawah bentuknya kecil dan pendek, sedangkan daun bagian atas lebih panjang (6 - 10 cm). Batang bunga tersebut bisa mencapai ketinggian 12 -18 inchi.

Nigella Sativa adalah tumbuhan biseksual artinya dapat mengembangbiakkan dirinya sendiri, membentuk sebuah kapsul buah yang mengandung biji. Saat kapsul buah matang, ia akan membuka dan biji yang ada didalamnya akan mengudara dan berubah menjadi hitam, sehingga disebut Biji Hitam (Black Seed). Di beberapa negara dikenal dengan nama yang berbeda antara lain :
Indonesia = Jintan Hitam
Inggris = Fennel Flower
Mesir = Habat Et Baraka
Itali = Nigella
Perancis = Nigelle
Jerman = Nidella
Amerika = Black Cumin/Black Seed
Eropa = Black Caraway

SEJARAH NIGELLA SATIVA
Nigella Sativa pertama ditemukan di daerah Tutankhamen, Mesir dan memiliki peranan penting dalam praktek kehidupan Mesir Kuno. Tanaman ini tumbuh liar di negara-negara Mediterania, dan dikembangbiakkan di Mesir dan Siria. Raja-raja pada masa itu pasti sangat berhati-hati dalam menggunakan tanaman terbaik sebagai obat.
Dioscoredes, ahli fisika Yunani di abad ke satu, melaporkan bahwa Nigella Sativa dipakai untuk mengobati Sakit Kepala, Hidung tersumbat, sakit gigi, dan penyakit internis. Selain itu juga digunakan untuk membantu masa menstruasi dan meningkatkan produksi Air Susu Ibu.

Tokoh Muslim, Al Biruni (973-1048), yang menggabungkan obat-obatan leluhur India dan Cina menyebutkan bahwa Nigella Sativa adalah sejenis biji-bijian yang digunakan sebagai bahan nutrisi di abad ke 10 dan 11 Masehi.
Dalam sistem pengobatan di Greco-Arab/Unani-Tibb, yang berasal dari Hippocrates, Galen dan Ibnu Sina, Nigella Sativa merupakan penyembuh yang sangat bernilai dalam mengobati difungsi pencernaan dan hepatitis yang digambarkan sebagai stimulan untuk kondisi-kondisi berbeda, dan pereda demam tinggi.
Ibnu Sina (980-1037), dalam karya terbesarnya “The Canon of Medicine”, yang dianggap banyak orang sebagai buku paling terkenal di dunia kedokteran, baik di Timur atau di Barat, menyatakan Nigella Sativa bermanfaat “Menstimulasi energi di tubuh dan membantu penyembuhan dari kelelahan atau kurang semangat”.
Berbagai penelitian memberikan bukti bahwa Nigella Sativa nyata dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh jika digunakan sepanjang waktu. Referensi Nabi SAW mendeskripsikan bahwa Nigella Sativa atau Habbatussauda sebagai “Penyembuh Segala Penyakit kecuali Kematian”.

Di negara-negara Timur Tengah dan Timur Jauh selama berabad-abad menggunakan Nigella Sativa untuk mengobati penyakit ringan termasuk asma dan bronkhitis, rematik dan luka radang, meningkatkan produksi susu ibu hamil, mengobati gangguan pencernaan, membantu menjaga sistem kekebalan tubuh, meningkatlkan kemampuan perncernaan dan pembuangan, dan melawan infeksi parasit. Minyaknya digunakan untuk mengobati penyakit kulit, seperti eksim, dan luka radang serta mampu mengobati gejala meriang.
Sungguh banyak manfaat kesehatan yang bisa didapatkan dari Nigella Sativa ini sehingga tidak mengherankan apabila ia populer disebut dengan “the seed of blessing” / “Habbatu barakah”, yang artinya “biji-bijian yang mengandung rahmat”.

KANDUNGAN NIGELLA SATIVA
Kandungan Nutrisi Nigella Sativa selain membangunan sistem kekebalan tubuh sepanjang hari, juga menyediakan sumber yang optimal untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit.
Nigella Sativa kaya akan kandungan Nutrisi Monosakarida (molekul gula tunggal) dalam bentuk glukosa rhamnose, xylose dan arabinose yang dengan mudah dapat diserap oleh tubuh sebagai sumber energi, juga mengandung non-starch polisakarida yang berfungsi sebagai sumber serat yang sangat berguna untuk diet.
Lima belas asam amino pembentuk protein, delapan diantaranya asam amino esensial yang sangat diperlukan oleh tubuh, dimana tubuh tidak dapat mensistensisnya sendiri sehingga perlu asupan dari luar.
Kandungan Arginin didalamnya sangat penting untuk masa pertumbuhan, analisis kimia lanjutan menemukan bahwa ia mengangung Karotin, yang diubah menjadi Vitamin A oleh Liver.
Nigella Sativa juga sebagai sumber Kalsium, Zat Besi, Sodium dan Potassium yang berperan penting dalam membantu peran Enzim. Ia juga mengandung Asam Lemak, terutama Asam Lemak Esensial tak jenuh (Asam Linoleic dan Linolenic). Asam Lemak Esensial terdiri dari Asam Alfa-Linolenic (Omega-3) dan Asam Linoleic (Omega-6) sebagai pembentuk sel yang tidak dapat dibentuk sendiri dalam tubuh sehingga harus mendapat asupan atau makanan dari luar yang memiliki kandungan Asal Lemak Esensial yang tinggi.

Daftar dibawah ini menunjukkan komposisi biji dan minyak Nigella Sativa dengan kandungan aktif, nutrisi dan lainnya sebagai berikut:
KOMPOSISI NUTRISI BIJI NIGELLA SATIVA
Protein 21%
Karbohidrat 35%
Lemak 35-38%
KOMPOSISI MINYAK ESENSIAL (1,4%) MINYAK NIGELLA SATIVA
Carvone 21,1%
Alfa-PInene 7,4%
Sabinene 5,5%
Beta-Pinene 7,7%
P-Cymene 46,8%
Ohters 11,5%
NUTRISI MINYAK NIGELLA SATIVA
Protein 208 ug/g
Thiamin 15 ug/g
Riboflavin 1 ug/g
Pyridoxine 5 ug/g
Niacin 57 ug/g
Folacin 610 IU/g
Calsium 1,859 mg/g
Iron 105 ug/g
Copper 18 ug/g
Zinc 60 ug/g
Phosphorus 5,265 mg/g
ASAM LEMAK MINYAK NIGELLA SATIVA
Myristic Asam (C14:0) 0,5%
Palmitic Asam (C16:0) 13,7%
Palmitoleic Asam (C16:1) 0,1%
Stearic Asam (C18:0) 2,6%
Oleic Asam (C18:1) 23,7%
Linoleic Asam (C18:2) (Omega-6) 57,9%
Linelenic Asam (C18:3n-3 (Omega-3) 0,2%
Arachidic Asam (C20:0) 1,3%
ASAM LEMAK JENUH DAN TAK JENUH MINYAK NIGELLA SATIVA
Saturated Acid 18,1 %
Monounsaturated Acids 23,8 %
Polyunsaturated Acids 58,1 %



Selengkapnya...

ANDA INGIN TAHU TENTANG KABUPATEN NGAWI? INFORMASI KECIL INI MUNGKIN BISA MEMBANTU ANDA MENGENAL NGAWI
KABUPATEN NGAWI
(Bersemangat)

Provinsi Jawa Timur
Ibu kota Ngawi
Luas 1.245,70 km²
Penduduk
• Jumlah 840.000 (2003)
• Kepadatan 674 jiwa/km²
Pembagian administrative
• Kecamatan 19
• Desa/kelurahan 217
Bupati Harsono
Kode area telepon 0351

Kabupaten Ngawi adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Ngawi. Kota kabupaten ini terletak di bagian barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah.

Wilayah
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora (keduanya termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah), dan Kabupaten Bojonegoro di utara, Kabupaten Madiun di timur, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun di selatan, serta Kabupaten Sragen (Jawa Tengah) di barat.
Kabupaten Ngawi terdiri atas 19 kecamatan [1] yang terbagi dalam sejumlah 213 desa dan 4 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Ngawi.
Bagian utara merupakan perbukitan, bagian dari Pegunungan Kendeng. Bagian barat daya adalah kawasan pegunungan, bagian dari sistem Gunung Lawu (3.265 meter).

Transportasi
Kabupaten Ngawi dilintasi jalur utama Surabaya-Yogyakarta, jalur utama Cepu, Bojonegoro-Madiun dan menjadi gerbang utama Jawa Timur jalur selatan. Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api Jakarta-Yogyakarta-Bandung/Jakarta, namun tidak melewati ibukota kabupaten. Stasiun kereta api terdapat di Geneng, Paron, Kedunggalar dan Walikukun.

Pendidikan
Pondok Pesantren Gontor Putri 1 dan Pondok Pesantren Gontor Putri 2 dan 3 terdapat di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, yakni di dekat perbatasan dengan Jawa Tengah.
SMU Negeri 2 Ngawi, salah satu sekolah favorit di Kabupaten Ngawi yang mempunyai segudang kegiatan / organisasi. Sekolah ini banyak menghasilkan generasi penerus Ngawi yang tanggung dan berpotensi untuk membangun kota Ngawi. Salah satu organisasi yang paling dominan di Smada Ngawi adalah Pramuka, [rakasmuda Ngawi]Situs Informasi Pramuka Smuda
Terdapat Perguruan Tinggi: Universitas Soerjo Ngawi (Unsur), STKIP PGRI Ngawi, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian dan Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam di Paron, serta Akademi Keperawatan di RSUD Dr. Soeroto

Objek wisata
Sedangkan tempat rekreasi yang ada saat ini adalah Pemandian Tawun, Waduk Pondok, Air terjun Srambang, serta kebun Teh Jamus yang berhawa sejuk dan terdapat Kolam Pemandian di sekitar Perkebunan Teh tersebut. Perkebunan Teh ini terletak di Kecamatan Sine. Selain itu terdapat juga situs purbakala Trinil yang menyimpan fosil pithecanthropus erectus (Manusia kera berjalan tegak) pertama kali di temukan oleh arkeolog Belanda bernama Eugene Dubois.
Sebuah benteng peninggalan belanda (Benteng VAN DEN BOSH) sebenarnya bisa pula dijadikan sebagai salah satu obyek wisata yang sangat bagus, sayang Pemerintah Kabupaten Ngawi tidak serius menanganinya. Benteng yang terletak diantara dua Sungai besar itu (Sungai Madiun dan Bengawan Solo) sangat mungkin menyedot wisatawan karena letaknya yang di tengah kota.

Tokoh
Beberapa tokoh yang lahir di kota ini, antara lain Budayawan Umar Kayam, Seniman lukis Didik Nurhadi, Seniman Lokal Poeryanto (akrab dipanggil Dalang Poer), ekonom Sri Edi Swasono, Politikus Sri Bintang Pamungkas, Pengamat Politik Hermawan Sulistyo, peragawati Ratih Sanggarwati, dari Ngawi juga terlahir seorang Pahlawan Nasional bernama DR Radjiman Wedyodiningrat, sedangkan nama Koeshartoyo adalah pahlawan lokal yang sangat berjasa dan akhirnya dijadikan nama salah satu jalan di kota Ngawi, dari pelawak tersebutlah antara lain Kirun, Topan, Leysus. Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012, Prijanto juga berasal dari Ngawi.
Perlu diketahui bahwa gubernur Jawa Timur pertama yaitu Gubernur Soerjo dalam perjalanan dari Yogyakarta ke Surabaya, pada tanggal 13 November 1948 di tengah hutan Peleng, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi dihadang dan dibunuh oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Tidak jauh dari tempat gugur beliau sekarang telah didirikan sebuah monumen untuk mengenangnya. Setelah beliau wafat dimakamkan di makam Sasono Mulyo, Sawahan, Kabupaten Magetan.

Makanan khas
Makanan Khas Asli kota Ngawi Adalah Tahu Tepo, kemudian Wedang Cemue. karena rasanya yang enak banyak tempat lain mengklaim cemue berasal dari daerahnya, tapi Cemue adalah benar benar Asli kota Ngawi, Sate ayam Ngawi juga mempunyai rasa yang berbeda dengan sate ayam daerah lain. Selain itu makanan ringan semacam Kripik tempe, ledre, dan Geti banyak terdapat di Ngawi

Kesenian
Kesenian Daerah Asli Kabupaten Ngawi adalah Tari Orek Orek, Tari Kecetan, Dongkrek, Wayang Krucil


Selengkapnya...

Cara membuat blog sebenarnya sangat mudah, anda bisa mengikuti langkah berikut
Langkah 1: Daftar Google
Silahkan kunjungi http://www.blogger.com.
Jika Anda sudah memiliki login di Google, Anda tinggal login, maka Anda akan masuk ke Control Panel atau Panel Kontrol.
Oh ya, Anda bisa memilih bahasa, apakah Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
Untuk kali ini saya anggap Anda belum memiliki login Google.
Klik tanda panah besar yang bertuliskan CIPTAKAN BLOG ANDA.

Langkah 2: Daftar Blog
Setelah Anda klik tanda panah besar yang bertuliskan CIPTAKAN BLOG ANDA, maka akan muncul formulir
Proses ini akan menciptakan account Google yang dapat Anda gunakan pada layanan Google lainnya. Jika Anda sudah memiliki sebuah account Google mungkn dari Gmail, Google Groups, atau Orkut.

Satu account Google bisa digunakan untuk mengakses semua fasilitas yang disediakan oleh Google.

Jika Anda sudah memiliki accout google, Anda bisa langsung login (masuk). Untuk login ke Google, Anda harus login dengan menggunakan alamat email.

Silahkan lengkapi.

1. Alamat email yang Anda masukan harus sudah ada sebelumnya. Anda akan dikirim konfirmasi ke email tersebut. Jika Anda menggunakan email palsu atau email yang baru rencana akan dibuat, maka pendaftaran bisa gagal. Anda tidak perlu menggunakan email gmail.com. Email apa saja bisa.

2. Lengkapi data yang lainnya.

3. Tandai "Saya menerima Persyaratan dan Layanan" sebagai bukti bahwa Anda setuju. BTW Anda sudah membacanya?

Setelah lengkap, klik tanda panah yang bertuliskan lanjutkan.

Langkah 3:Memilih Nama Blog dan URL Blog
Jika Anda berhasil, Anda akan dibawa ke halaman seperti pada gambar dibawah. Jika gagal? Gagal biasanya karena verifikasi kata Anda salah. Itu wajar karena sering kali verifikasi kata sulit dibaca.Setelah Anda berhasil mendaftar, Anda akan dibawa ke halaman seperti yang ada pada gambar dibawah ini.Sekarang Anda mulai membuat blog dengan mengisi nama dan alamat blog Anda.Sebagai contoh, saya menamakan blog tersebut dengan nama Blogku dan URL blognya adalah HTTP://WWW.NGAWI EDUCATION.BLOGSPOT.COM.

Jika Anda membuat lensa dengan tujuan mempromosikan produk Anda atau produk afiliasi, maka dalam memilih nama, harus berisi nama produk atau jasa yang akan Anda tawarkan. Misalnya jika Anda ingin menjual ebook saya, Anda bisa memilih kata kunci seperti motivasi, sukses, berpikir positif, dan kata-kata kunci lainnya yang sesuai.

Anda juga bisa meneliti kata kunci yang paling banyak dicari orang (tentu harus berhubungan dengan produk yang Anda jual) di
https://adwords.google.com/select/KeywordToolExternal

Anda bisa mengecek ketersidaan alamat blog yang Anda pilih. Jika tersedia bisa Anda lanjutkan. Jika tidak tersedia, maka Anda harus kreatif mencari nama lain atau memodifikasi alamat yang sudah ada, misalnya ditambahkan abc, xzy, 101, dan bisa juga dengan menyisipkan nama Anda.

Lanjutkan dengan klik tanda panah bertuliskan LANJUTKAN.

Langkah : 4 Memilih Blog Template
Jika berhasil,Pilihlah tema yang sesuai dengan selera Anda . Jika tidak ada yang sesui dengan selera Anda, jangan khawatir, nanti masih banyak pilihan tema yang bisa Anda install sendiri misalnya Anda dapat mendownloadnya di http://btemplates.com.KLIK DISINI untuk melihat contoh blog saya yang memakai tema di http://btemplates.com . Sekarang pilih saja tema agar proses pembuatan blog bisa diselesaikan. Anda bisa preview tema dengan klik gambarnya.

Setelah itu Anda klik tanda panah yang bertuliskan LANJUTKAN

SELAMAT!!!!!!!!
Sekarang Anda sudah memiliki sebuah blog.Memang masih ada beberapa hal yang harus Anda lakukan, yaitu pengaturan, tata letak, penambahan eleman, dan penggantian tema jika Anda menginginkan tema yang lain. Ini untuk tingkat lanjut.
Setidaknya, Anda sudah memiliki blog dan bisa posting. Hal ini sudah cukup untuk tahap awal.
Kalau udah bisa jangan lupa kasih comment ya!!

Selengkapnya...

Bagi para siswa dimanapun kalian berada, berikut kalian bisa melihat Stelistika/Unsur Retorika atau Gaya Bahasa atau Majas secara lengkap
2.3 Stelistika dan Unsur Retorika
2.3.1 Stelistika
Stile (style atau gaya bahasa) (Keraf, 1994: 113) adalah cara pengungkapan pikirar melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang. Stile pada hakekatnya merupakan teknik yakni teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan disampaikan atau diungkapkan
Stilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Style” yang berarti gaya dan dari bahasa serapan “linguistic” yang berarti tata bahasa. Stilistika menurut kamus Bahasa Indonesia yaitu Ilmu Kebahasaan yang mempelajari gaya bahasa. Sedangkan menurut C. Bally, Jakobson, Leech, Widdowson, Levin, Ching, Chatman, C Dalan, dan lain-lain menentukan stilistika sebagai suatu deskripsi linguistic dari bahasa yang digunakan dalam teks sastra.
Dalam konteks yang lebih luas, bahkan Jakobson dalam Amminuddin (1995::21) beranggapan bahwa poetics (puitika) sebagai teori tentang system dan kaidah teks sastra sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Linguistic. Bagi jakobson Poetics deals with problem of verbal structure, just as he analysis of painting is concered with pictorial structure since linguistics is the global science of verbal structur, poetics may be regarded as an integral of linguistic.
Stilistika adalah mana lain dari istilah “gaya bahasa”. Lebih khusus lagi, gaya bahasa yang dimaksud adalah penggunaan bahasa dalam karya sastra. Pengertian ini dipertentangkan dengan penggunaan bahasa biasa diluar karya sastra. Penggunaan bahasa diluar karya sastra (Atmazaki, 1990:93)dikenal dengan antara lain: gaya bahasa Koran, gaya bahasa formal, gaya bahasa keilmuan, gaya bahasa pejabat, gaya bahasa humor, gaya bahasa percakapan, an lain sebagainya.
Berbeda dengan wawasan di atas, Chvatik (Aminuddin :1995 :22) mengemukakan Stilistika sebagai kajian yang menyikapi bahasa dalam teks sastra sebagai kode estetik dengan kajian stilistik yang menyikapi bahasa dalam teks sastra sebagaimana bahasa menjadi objek kajian linguistik. Sedangkan menurut Rene Wellek dan Austin Warren (1990 : 221).Stilistika perhatian utamanya adalah kontras system bahasa pada zamannya.
Bertolak dari berbagai pengertian di atas, Aminuddin (1995:46) mengartikan stilistika sebagai studi tentang cara pengarang dalam menggunakan system tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan dari kompleksitas dan kekayaan unsur pembentuk itu yang dijadikan sasaran kajian hanya pada wujud penggunaan system tandanya. Walaupun fokusnya hanya pada wujud system tanda untuk memperoleh pemahaman tentang ciri penggunaan system tanda bila dihubungkan dengan cara pengarang dalam menyampaikan gagasan pengkaji perlu juga memahami (i) gambaran obyek/peristiwa, (ii) gagasan, (iii) ideologi yang terkandung dalam karya sastranya.
Kajian Stilistika merupakan bentuk kajian yang menggunakan pendekatan obyektif. Dinyatakan demikian karena ditinjau dari sasaran kajian dan penjelasan yang dibuahkan, kajian stilistika merupakan kajian yang berfokus pada wujud penggunaan system tanda dalam karya sastra yang diperoleh secara rasional-empirik dapat dipertanggung jawabkan. Landasan empiric merujuk pada kesesuian landasan konseptual dengan cara kerja yang digunakan bila dihubungkan dengan karakteristik fakta yang dijadikan sasaran kajian.
Pada apresiasi sastra, analisis kajian stilistika digunakan untuk memudahkan menikmati,memahami,dan menghayati system tanda yang digunakan dalam karya sastra yang berfungsi untuk mengetahui ungkapan ekspresif yang ingin diungkapkan oleh pengarang.
Dari penjelasan selintas di atas dapat ditarik kesimpulan tentang analisis yang dilakukan apresiasi sastra meliputi (a) analisis tanda baca yang digunakan pengarang, (b) analisis hubungan antara system tanda yang satu dengan yang lainnya, (c) analisis kemungkinan terjemahan satuan tanda yang ditentukan serta kemungkinan bentuk ekspresi yang dikandungnya. Kaitannya dengan kritik sastra, kajian stilistika digunakan sebagai metode untuk menghindari kritik sastra yang bersifat impesionistis dan subyektif. Melalui kajian stilistika (Aminuddin :1995 : 42).diharapkan dapat memperoleh hasil yang memenuhi kriteria obyektifitas dan keilmiahan
2.3.2 Retorika
Bahasa di dalam karya sastra adalah bukan bahasa seperti yang dipakai dalam kommilkasi sehari-hari. Bahasa dalam karya sastra lebih banyak ditujukan untuk mendapat efek estetis. Untuk kepentingan itulah maka bahasa dalam karya sastra disiasati dan dimanipulasi sedemikian rupa sehinga akan berbeda dengan bahasa nonsastra. Semi (1993: 52) mengatakan bahwa "Bahasa yang dipergunakan sebagai perantara karya sastra itu bukan bahasa komunikasi yang dipergunakan sehari-hari, tetapi merupakan bahasa khas". Bentuk pengungkapan bahasa di dalam karya sastra haruslah berhasil guna mendukung gagasan secara tepat sekaligus mengandung efek estetis sebagai sebuah karya seni.
Efek estetis untuk mendukungkefektifan kalimat dalam karya sastra dapat diperoleh dengan memanfaatkan unsure retorika. Retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik (Keraf, 1993:52). Yang dimaksud retorika dalam penelitisan ini adalah unsure-unsur kebahasaan dan makna yang digunakan oleh pengarang di dalam mengungkapkan ide dan gagasanya secara jelas dan indah sehingga akan tercipta wacana efektif dan khas. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2002: 298), unsur retorika meliputi penggunaan bahasa figuratif (figurative language) dan wujud pencitraaan (imagety).
Retorika berasal dari bahasa Ingeris rethoric yang artinya ‘ilmu bicara’. Dalam perkembangannya, retorika disebut sebagai seni berbicara di hadapan umum atau ucapan untuk menciptakan kesan yang diinginkan. Retorika adalah suatu gaya/seni berbicara baik yang dicapai berdasarkan bakat alami dan keterampilan teknis. Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antar manusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara secara lancar tampa jalan fikiran yang jelas dan tampa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Berretorika juga harus dapat dipertanggung jawabakan disertai pemilihan kata dan nada bicara yang sesuai dengan tujuan, ruang, waktu, situasi, dan siapa lawan bicara yang dihadapi.
2.3.3 Macam Unsur Retorika
2.3.3.1 Pemajasan
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2002: 296) pemajasan (Figure of thought) merupakan teknik pengungkapkan bahasa, penggayabahasaan, yang maknanya tidak menunjuk pada imkna kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang terkandung. Dengan demikian, pemajasan merupakan gaya bahasa yang memanfaatkan bahasa kiasan. Bahasa kiasan adalah bahasa yang dipakai untuk mengungkapkan sesuatu dengan tidak menunjuk secara langsung, terhadap objek yang, dituju.
Penggunaan bahasa kiasan dimaksudkan untuk menunjukkan efek tertentu sehingga apa yang dikemukakan lebih menarik. Dalam karya sastra penggunaan kiasan ini dimaksudkan untuk memperoleh efek estetis, sehingga pembaca akan lebih tertarik. Menurut Dale (lewat Tarigan, 1985: 179), bahasa kias adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk menimbulkan efek tertentu dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan benda atau hal tertentu dengan benda lain yang lebih umum.
Bahasa figuratif sendiri menurut Waluyo (1995:83) disebut pula sebagai majas. Menurutnya “bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung”.
Gaya inilah yang membuat setiap penulis mempunyai cara yang berbeda-beda dalam menuangkan setiap karya tulisnya. Rasa dan watak dari setiap penulis itulah yang melatarbelakangi sebuah gaya tulisnya, terutama pada gaya bahasa yang digunakan. Dengan demikian, penggunaan gaya bahasa yang dipakai oleh seorang penulis dalam tulisannya bergantung pada penulis itu sendri. Sebagaimana yang diungkapkan Jabrohim, Suminto A. Sayuti, dan Chairul Anwar (2001:119) bahwa gaya bahasa merupakan ciri khas seorang pengarang atau cara yang khas pengungkapan seorang pengarang.
Bahasa kiasan di sini memang menjadi salah satu unsur yang menarik dari sebuah tulisan yang dihasilkan oleh seorang penulis. Oleh karena itu, setiap penulis akan berusaha membuat tulisan semenarik mungkin untuk menarik pembaca. Untuk mendukung tulisannya agar menarik itulah, seorang penulis menggunakan sebuah bahasa yang unik dan berbeda dengan penulis lain.
Bahasa kiasan dalam sebuah penulisan karya sastra mencerminkan sifat dan kepribadian penulis. Hal inilah yang akan menjadi ciri tersendiri dari penulis tersebut. Bahasa kiasan juga merupakan sumber dan daya yang amat penting dalam menulis. Oleh karena itu, lebih lanjut dapat dikatakan bahwa para ahli mempunyai batasan-batasan sendiri mengenai gaya bahasa.
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Gaya atau style menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya emakaian kata, frasa, atau klausa tertentu untuk menghadapi hirarki kebahasaan, pilihan kata secara individual, frasa, atau klausa dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan. Dengan demikian, style atau gaya bahasa (Keraf, 2004:113) dapat dikenal dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)
Ahli sastra Panuti Sudjiman (1990:33) menyatakan bahwa yang disebut gaya adalah cara menyampaikan pikiran dan perasaan dengan kata-kata dalam bentuk tulisan maupun lisan. Sementara A. Widyamartaya (1991:53) menjelaskan bahwa pembicaraan tentang gaya bahasa bukanlah soal menggaya, melainkan daya guna bahasa. Gaya bahasa ini merupakan kesanggupan menyampaikan pengalaman batin dengan hasil sebesar-besarnya.
Andi Baso Mappatoto (1994:86) menerangkan bahwa gaya adalah (1) cara, teknik, atau prosedur; (2) menyatakan diri yang menunjukkan adanya keunikan; (3) tuturan mesti jelas, sejelas seperti apa yang mau dituturkan oleh penutur. Selanjutnya menurut FX. Koeswoyo, JB. Margantoro, dan Ronnie S. Viko (1994 :86), gaya atau style adalah pemilihan dan penggunaan kata-kata sedemikian sehingga menghasilkan pengertian tertentu bagi pembacanya. Kemudian Jacob Sumardjo dan Saini K.M (1998:127) berpendapat bahwa : gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa agar daya ungkap atau daya tarik atau sekaligus kedua-duanya bertambah.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara atau teknik mengungkapkan pikiran dan perasan alam bentik lisan maupun tulisan dengan menggunakan bahas yang khas sehingga dapat memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis serta dapat menghasilkan suatu pengertian yang jelas dan menarik bagi para pembaca.
2.3.3.2 Jenis-jenis majas
Perrin (dalam Henry Guntur Tarigan, 1995:141) membedakan gaya bahasa menjadi tiga, yaitu: (1) perbandingan yang meliputi metafora, kesamaan, dan analogi; (2) hubungan yang meliputi metonimia dan sinekdoke; (3) pernyataan yang meliputi hiperbola, litotes, dan ironi.
Badudu (dalam Riyono Pratikno, 1984: 151) menerangkan bahwa gaya bahasa dibedakan menjadi empat yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan; (2) gaya bahasa sindiran; (3) gaya bahasa penegasan; (4) gaya bahasa pertentangan. Sementara itu, Keraf (2004:124-145) membagi gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat yang meliputi: (1) klimaks; (2) antiklimaks; (3) paralelisme; (4) antitesis, dan (5) repetisi (epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis). Kemudian berdasarkan langsung tidaknya makna, meliputi: (1) gaya bahasa retoris terdiri dari aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis (preterisiso), apostrof, asindenton, polisindenton, kiasmus, elipsis, eufemisme, litotes, hysteron, prosteron, pleonasme dan tautology, perifrasis, prolepsis (antisipasi), erotesis (pertanyaan retoris), silepsis dan zeugma, koreksio (epanortosis), hiperbola, paradoks, dan oksimoron; (2) gaya bahasa kiasan meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori, parable, fable, personifikasi (prosopopoeia), alusi, eponym, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, innuendo, antifrasis.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa perulangan, (3) gaya bahasa sindiran, (4) gaya bahasa pertentangan, (5) gaya bahasa penegasan.
Adapun penjelasan masing-masing gaya bahasa di atas adalah sebagai berikut :
1) Gaya Bahasa Perbandingan
Pradopo (1990:62) berpendapat bahwa gaya bahasa perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding, seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding yang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang mengandung maksud membandingkan dua hal yang dianggap mirip atau mempunyai persamaan sifat (bentuk) dari dua hal yang dianggap sama. Contoh: bibirnya seperti delima merekah
Adapun gaya bahasa perbandingan ini meliputi: hiperbola, metonimia, personifikasi, perumpamaan, metafora, sinekdoke, alusi, simile, asosiasi, eufemisme, pars pro toto, epitet, eponym, dan hipalase.
a) Hiperbola
Keraf (2004:135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-basarkan suatu hal. Sementara itu, menurut Burhan Nurgiyantoro (2002:300) hiperbola adalah gaya bahasa yang cara penuturannya bertujuan menekankan maksud dengan sengaja melebih-lebihkan Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlabihan dari kenyataan.
b) Metonimia
Aminuddin (1995:241) berpendapat bahwa metonimia adalah pengganti kata yang satu dengan kata yang lain dalm suatu konstruksi akibat terdapatnya ciri yang bersifat tetap. Kemudian menurut pendapat Altenbernd sebagaimana dikutip Pradopo (1995:77) mengatakan bahwa metonimia adalah penggunaan bahasa sebagai sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metonimia adalah penaman terhadap suatu benda dengan menggunakan nama yang sudah terkenal atau melekat pada suatu benda tersebut.
c) Personifikasi
Pradopo (1995:75) berpendapat bahwa personifikasi adalah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, perpikir, dan sebagainya seperti manusia. Pendapat tersebut menyiratkan bahwa personifikasi adalah gaya bahasa yang mempersamakan benda-benda mati seolah-olah dapat hidup atau mempunyai sifat kemanusiaan.
d) Perumpamaan
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:24) berpendapat bahwa perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Pendapat tersebut menyiratkan bahwa perumpamaan merupakan suatu gaya bahsa yang berusaha membandingkan sesuatu dengan hal lain yang dianggap mempunyai sifat sama atau mirip.
e) Metafora
Keraf (2004:139) brpendapat bahwa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat.
f) Sinekdoke
Keraf (2004:142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah semacam bahasa figurative yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:24) mengemukakan bahwa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan atau sebaliknya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menggunakan nama sebagian untuk seluruhnya atau sebaliknya.
g) Alusi
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:24) berpendapat bahwa alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung pada suatu tokoh atau peristiwa yang sudah diketahui. Dari pendapat di tersebut dapat disimpulkan bahwa alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk sesuatu secara tidak langsung kesamaan antara orang, peristiwa atau tempat.
h) Asosiasi
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:24) berpendapat bahwa asosiasi adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskan. Pendapat tersebut menyiratkan bahwa asosiasi adalah gaya bahasa yang berusaha membandingkan sesuatu dengan hal lain yang sesuai dengan keadaan yang digambarkan.
i) Eufemisme
Gorys Keraf (2004:132) berpendapat bahwa eufemisme adalah acuan berupa ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan, atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Sementara itu, menurut Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:25) eufemisme adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat menggantikan satu pengertian dengan kata lain yang hampir sama untuk menghaluskan maksud. Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa eufemisme adalah gaya bahasa yang berusaha menggunakan ungkapan-ungkapan lain dengan maksud memperhalus.
j) Pars pro toto
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:25) berpendapat bahwa pars pro toto adalah gaya bahasa yang melukiskan sebagian untuk keseluruhan. Maksud pendapat tersebut adalah pars pro toto merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa sebagai pengganti dari wakil keseluruhan.
k) Epitet
Gorys Keraf (2004:141) berpendapat bahwa epitet adalah acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antar orang, tempat, atau peristiwa. Sementara itu, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:25) epitet adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau suatu benda tertentu sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu.
l) Eponim
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:25) berpendapat bahwa eponim adalah gaya bahasa yang dipergunakan seseorang untuk menyebutkan suatu hal atau nama dengan menghubungkannya dengan sesuatu berdasarkan sifatnya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Gorys Keraf (2004:141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa eponym adalah pemakaian nama seseorang yang dihubungkan berdasarkan sifat yang sudah melekat padanya.
m) Hipalase
Gorys Keraf (2004:142) berpendapat bahwa hipalase adalah semacam gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Maksud pendapat di atas adalah hipalase merupakan gaya bahasa yang menerangkan sebuah kata tetapi sebenarnya kata tersebut untuk menjelaskan kata yang lain.
n. Simile
Gorys Keraf (2004:142) berpendapat bahwa simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yakni kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
2) Gaya Bahasa Perulangan
Ade Nurdin, Yani Muryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa gaya bahasa perulangan adalah gaya bahasa yang mengulang kata demi kata entah itu yang diulang pada bagian depan, tengah, atau akhir, sebuah kalimat. Gaya bahasa perulangan ini meliputi: aliterasi, antanaklasis, anafora, anadiplosis, mesodiplosis, epanaplipsis, dan epuzeukis.
a) Alitersi
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa aliterasi adalah gaya bahasa yang memanfaatkan kata-kata yang permulaannya sama bunyinya. Jadi aliterasi adalah gaya bahasa yang mengulang kata pertama yang diulang lagi pada kata berikutnya.
b) Antanaklasis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa antanaklasis adalah gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda. Jadi yang dimaksud dengan antanaklasis adalah sebuah perulangan kata yang sama dengan maksud yang berbeda.
Contoh : Bunga sangat cantik dengan blus bermotif bunga yang dikenakannya.
c) Anafora
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa anafora adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan kata pertama dalam kalimat berikutnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anafora adalah perulangan kata pertama yang sama pada kalimat berikutnya.
d) Anadiplosis
Gorys Keraf (2004:128) berpendapat bahwa anadiplosis adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Sementara itu, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) anadiplosis adalah gaya bahasa yang selalu mengulang kata terakhir atau frasa terakhir dalam suatu kalimat atau frasa pertama dari klausa dalam kalimat berikutnya. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anadiplosis adalah gaya bahasa yang mengulang kata pertama dari suatu kalimat menjadi kata terakhir.
e) Mesodiplosis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:29) berpendapat bahwa mesodiplosis adalah gaya bahasa repetisi yang menggunakan pengulangan di tengah-tengah baris atau kalimat secara berurutan. Sementara itu menurut Gorys Keraf (2004:128) mesodiplosis adalah repetisi di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mesodiplosis adalah gaya bahasa repetisi yang mengulang kata di tengah-tengah baris atau kalimat.
f) Epanalipsis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:30) berpendapat bahwa epanalipsis adalah gaya bahasa repetisi kata terakhir pada akhir kalimat atau klausa. Kemudian menurut pendapat Gorys Keraf (2004:128) yang dimaksud dengan epanalipsis adalah pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa, atau kalimat, mengulang kata pertama. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa epanalipsis adalah pemngulangan kata pertama untuk ditempatkan pada akhir baris dari suatu kalimat.
g) Epizeukis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:30) berpendapat bahwa epizeukis adalah gaya bahasa repetisi yang bersifat langsung dari kata-kata yang dipentingkan dan diulang beberapa kali sebagai penegasan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Gorys Keraf (2004:127) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan epizeukis adalah repetisi yang bersifat langsung artinya kata-kata yang dipentingkan diulang berturut-turut. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa epizeukis adalah pengulangan kata yang bersifat langsung secara berturut-turut untuk menegaskan maksud.
3) Gaya Bahasa Sindiran
Gorys Keraf (2004:143) berpendapat bahwa gaya bahasa sindiran atau ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Jadi yang dimaksud dengan gaya bahasa sindiran adalah bentuk gaya bahasa yang rangkaian kata-katanya berlainan dari apa yang dimaksudkan. Gaya bahasa sindiran meliputi: sinisme, innuendo, melosis, sarkasme, satire, dan antifrasis. Lebih jelasnya akan dipaparkan maksud satu persatu dari jenis gaya bahasa sindiran tersebut.
a) Sinisme
Gorys Keraf (2004:143) berpendapat bahwa sinisme adalah gaya bahasa sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sementara itu menurut Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:27) sinisme adalah gaya bahasa sindiran yang pengungkapannya lebih kasar. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sinisme adalah gaya bahasa yang bertujuan menyindir sesuatu secara kasar.
b) Innuendo
Gorys Keraf (2004:144) berpendapat bahwa innuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Kemudian menurut pendapat Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:27) innuendo adalah gaya bahasa sindiran yang mengecilkan maksud yang sebenarnya. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa innuendo adalah gay bahasa sindiran yang mengungkapkan kenyataan lebih kecil dari yang sebenarnya.
c) Melosis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 27) berpendapat bahwa melosis adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang merendah dengan tujuan menekankan atau mementingkan hal yang dimaksud agar lebih berkesan dan bersifat ironis. Jadi yang dimaksud melosis adalah gaya bahasa sindiran yang merendah dengan tujuan menekankan suatu yang dimaksud.
d) Sarkasme
Herman J. Waluyo (1995:86) berpendapat bahwa sarkasme adalah penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau mengeritik. Jadi yang dimaksud dengan sarkasme adalah gaya bahasa penyindiran dengan menggunakan kiata-kata yang kasar dan keras.
e) Satire
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa satire adalah gaya bahasa yang berbentuk penolakan dan mengandung kritikan dengan maksud agar sesuatu yang salah itu dicari kebenarannya. Sementara itu menurut Gorys Keraf (2004:144) satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa satire adalah gaya bahasa yang menolak sesuatu untuk mencari kebenarannya sebagai suatu sindiran.
f) Antifrasis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:28) berpendapat bahwa antifrasis adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang bermakna kebalikannya dan bernada ironis. Sementara itu, menurut pendapat Gorys Keraf (2004:132) menjelaskan bahwa antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa antifrasis adalah gaya bahasa dengan kata-kata yang bermakna kebaliknnya dengan tujuan menyindir.
4) Gaya Bahasa Pertentangan
Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya bertentangan dengan kata-kata yang ada. Menurut Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26), gaya bahasa pertentangan meliputi: paradoks, antitesis, litotes, oksimoron, hysteron prosteron, dan okupasi.
a) Paradoks
Gorys Keraf (2004:136) berpendapat bahwa paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta yang ada. Sementara itu menurut Ade nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) paradoks adalah gaya bahasa yang bertentangan dalam satu kalimat. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paradoks adalah gaya bahasa yang kata-katanya mengandung pertentangan dengan fakta yang ada.

b) Antitesis
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) berpendapat bahwa antitesis adalah gaya bahasa yang menggunakan paduan kata yang artinya bertentangan. Jadi dapat dijelaskan bahwa antitesis adalah gaya bahasa yang kata-katanya merupakan dua hal yang bertentangan.
c) Litotes
Henry Guntur Tarigan (1995:144) berpendapat bahwa litotes adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari pernyataan yang sebenarnya. Sementara itu menurut Gorys Keraf (2004:132) yang dimaksud dengan litotes adalah gaya bahasa yang mangandung pernyataan yang dikurangi (dikecilkan) dari makna sebenarnya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan dikurangi (dikecilkan) dari makna yang sebenarnya.
d) Oksimoron
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) menjelaskan bahwa oksimoron adalah gaya bahasa yang antara bagian-bagiannya menyatakan sesuatu yang bertentangan. Sementara itu, menurut Gorys Keraf (2004:136) oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kiata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa oksimoron adalah gaya bahasa yang menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya saling bertentangan.
e) Histeron Prosteron
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) berpendapat bahwa histeron prosteron adalah gaya bahasa yang berwujud kebalikan dari sesuatu yang logis. Jadi dapat dikatakan bahwa histeron prosteron adalah gaya bahasa yang menyatakan makna kebalikannya yang dianggap bertentangan dengan kenyataan yang ada.
f) Okupasi
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:26) berpendapat bahwa okupasi adalah gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan, tetapi disertai penjelasan. Jadi dapat dijelaskan bahwa okupasi adalah gaya bahasa yang isinya bantahan terhadap sesuatu tetapi diikuti dengan penjelasan yang mendukung.
5) Gaya Bahasa Penegasan
Gaya bahasa penegasan adalah gaya bahasa yang mengulang kata-katanya dalam satu baris kalimat. Adapun pembagiannya, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:22), membagi gaya bahasa penegasan ini menjadi dua, yaitu repetisi dan pararelisme.
a) Repetisi
Keraf (2004:127) berpendapat bahwa repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang nyata. Sementara itu, menurut Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:22) berpendapat bahwa repatisi adalah gaya bahasa penegasan yang mengulang-ngulang suatu kata secara berturut-turut dalam suatu kalimat atau wacana. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa repetisi adalah gaya bahasa yang mengulang kata-kata sebagai suatu penegasan terhadap maksudnya.
b) Paralelisme
Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002:22-23) paralelisme adalah gaya bahasa perulangan seperti repetisi yang khusus terdapat dalam puisi, terdiri dari anafora (pengulangan pada awal kalimat) dan epifora (pengulangan di akhir kalimat). Jadi dapat dijelaskan bahwa pararelisme adalah salah satu gaya bahasa yang berusaha mengulang kata atau yang menduduki fungsi gramatikal yang sama untuk mencapai suatu kesejajaran.


Selengkapnya...

Anda ingin melihat contoh proposal tesis? Silahkan buka contoh yang kami sajikan ini.
BAB I
PENDAHULUAN

Pada bab I ini dipaparkan mengenai hal-hal yang terkait dengan latar belakang penelitian yang terdiri (1) latar belakang masalah, (2) Rumusan masalah, (3) Tujuan penelitian, (4) Hipotesis, (5) Asumsi, (6) Ruang lingkup dan keterbatasan, (7) Kegunaan penelitian, dan (8) Penegasan istilah.
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembelajaran bahasa Indonesia selama ini sangat kurang melatih anak dalam keterampilan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Siswa lebih banyak diberi pengetahuan dan aturan-aturan tata bahasa tanpa pernah tahu bagaimana mengaitkan-nya dalam latihan-latihan menulis dan berbicara. Siswa lebih banyak diberi bekal pengetahuan bahasa daripada dilatih menggunakan bahasa. Akibatnya, setelah mere-ka lulus, mereka tetap tidak mampu menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomu-nikasi, baik untuk komunikasi tulis maupun lisan (Muchlishoh, 1992:1).
Pembelajaran bahasa Indonesia, yang menyangkut aspek keterampilan menyi-mak, berbicara, dan menulis sampai sekarang hasilnya dianggap belum makasimal. Sejak tahun 1960-an banyak suara dimasyarakat yang menyatakan ketidakpuasannya terhadap hasil-hasil pembelajaran bahasa Indonesia (Burhan, 2001:43). Kemampuan berbahasa Indonesia para siswa atau lulusan sekoalah menengah sangat rendah dan sangat memprihatinkan.
Dalam realitas pembelajaran menulis di sekolah menengah pertama masih ba-nyak dijumpai model strategi pembelajaran yang terlalu konvensional. Sehingga mendorong guru maupun sekolah untuk cenderung tidak kreatif dan inovatif karena terkekang oleh satu model strategi pembelajaran saja. Namun demikian, tidak di-pungkiri juga bahwa banyak juga sekolah sudah menerapkan berbagai strategi pem-belajaran yang dianggap efektif. Pada kenyataannya, justru dengan keanekaragaman model tersebut semakin mendorong guru atau sekolah untuk sekedar mencari nama yang terbaik. Jadi, guru maupun sekolah masih terpola untuk menjadikan satu model strategi pembelajaran sebagai suatu patokan yang baku dan kaku, bukan sebagai sa-rana untuk peningkatan variasi pembelajaran dan sarana kreatif guru..
Secara realitas, pembelajaran bahasa Indonesia (menulis) di SMP NEGERI 2 Ngawi belum mampu membuat anak berkemampuan menulis. Upaya yang dilakukan guru bahasa Indonesia tampaknya terus dilakukan baik melalui bimbingan belajar maupun penerapan metode pembelajaran. Dan dalam hal penggunaan metode pembelajaran ini SMP Negeri 2 Ngawi telah mencobakan beberapa metode pembelajaran seperti Kooperatif STAD, Jigsaw, Inkuiri dan lain-lain. Dan sebagaimana telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya bahwa dalam hal meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia utamanya dalam menulis pengalaman pribadi metode inkuiri sangat baik dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Namun demikian secara kuantitatif keefektifan metode inkuiri tersebut belum bisa dibuktikan kebenarannya.
Strategi inkuiri mupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dan menemukan sesuatudan memecahkan masalah. Strategi inkuiri membantu siswa me-ngembangkan disiplin dan ketrampilan intelektual, yang diperlukan untuk memun-culkan masalah dan mencari jawabannya sendiri melalui rasa keingintahuannya sen-diri. Dengan demikian strategi ini dapat meningkatkan cara berfikir kritis dan memi-
cu siswa mendapatkan pengetahuan yang seluas-luasnya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan metode inkuiri di dalam meningkatkan kemampuan menulis pengalaman pribadi pada siswa kelas VII SMP NEGERI 2 Ngawi. Strategi inkuri merupakan salah satu strategi pembelajaran yang mengedepankan kemandirian siswa dalam melakukan proses belajar. Strategi ini merupakan bagian dari implementasi pendekatan kontekstual. Strategi ini juga menerapkan pola berpilir kritis, kreatif, sistamtis, dan ilmiah. Tujuan utamanya agar siswa memiliki kemampuan dalam mencari, memproses, dan menyerap informasi dari sesuatu yang sang dipelajari.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menganggap bahwa penelitian yang berjudul Keefektifan Strategi Inkuiri dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Pengalaman pribadi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi Tahun Pelajaran 2008/2009 , layak untuk dilaksanakan.
1.3 Rumusan Masalah
Mengacu pada kontek peneliltian dan fokus penelitian maka masalah pene-litian ini secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut.
Bagaimanakah keefektifan strategi inkuiri dalam meningkatkan kemampuan menulis pengalaman pribadi pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009 ?
Dari rumusan masalah secara umum tersebut maka masalah dapat dirumuskan secara khusus sebagai berikut.
1) Apakah siswa yang diajar dengan menggunakan strategi inkuiri memiliki kemampuan menulis pengalaman pribadi lebih baik dibanding dengan siswa yang diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran yang konvensional pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009?
2) Apakah strategi inkuiri mampu meningkatkan kemampuan menulis pengalaman pribadi pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009?
1.4 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui keefektifan strategi inkuiri dalam meningkatkan kemampuan menulis pengalaman pribadi pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009 . dan secara khusus tujuan penelitian ini dapat dirumuskan yakni.
1) Untuk memperoleh perian tentang perbedaan siswa yang diajar dengan menggunakan strategi inkuiri antara kelompok eksperimen dan kelompok control dalam menulis pengalaman pribadi pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009.
2) Untuk memperoleh perian tentang keefektifan strategi inkuiri dalam meningkatkan kemampuan menulis pengalaman pribadi pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009
1.5 Hipotesis
Untuk memperjelas arah penelitian, perlu dirumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah. Dalam penelitian ini hipotesis yang
diajukan adalah :
1) Hipotesis Null (Ho)
Tidak ada perbedaan siswa yang diajar dengan menggunakan strategi inkuiri dalam menulis pengalaman pribadi lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009.
2) Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada perbedaan siswa yang diajar dengan menggunakan strategi inkuiri dalam menulis pengalaman pribadi lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009.
1.6 Asumsi Penelitian
Penelitian ini dilandasi oleh adanya beberapa asumsi berikut.
(1) Pembalajaran keterampilan menulis pengalaman pribadi pada siswa kelas VII
SMP Negeri 2 Ngawi merupakan salah satu implementasi dari pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum Bahasa Indonesia sehingga standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator berdasarkan kurikulum sesuai dengan kurikulum bahasa Indonesia sekolah menengah.
(2) Strategi inkuiri dapat digunakan sebagai sebagai varian penggunaan metode pembelajaran menulis pengalaman pribadi kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi melalui penggunaan strategi inkuiri ini siswa dapat lebih termotivasi dan kreatif di dalam mengembangkan gagasan dalam menulis pengalaman pribadi
(3) Strategi inkuiri sebagai alternatif penggunaan strategi pembelajaran dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia dalam menulis pengalaman pribadi pada siswa kelas VII SMP
(4) Pembelajaran menulis pengalaman pribadi dengan menggunakan strategi inkuiri dapat dilaksanakan dalam tahapan-tahapan, yakni pra-menulis, pemburaman, perevisian, dan penyuntingan.
1.7 Ruang Lingkup dan Keterbatasan
1.7.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini mengacu pada hal-hal sebagai berikut.
1) Penelitian ini berfokus pada keefektifan penggunaan stategi inkuiri dalam pembelajaran menulis pengalaman pribadi .
2) Pembelajaran menulis pengalaman pribadi dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan menulis di antaranya pra-menulis, pemburaman, perevisian, dan penyuntingan.
3) Sebagai populasi atau subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi semester 2 tahun pelajaran
1.6.2 Keterbatasan
Ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini, sehingga tidak diperhatikan oleh peneliti. Keterbatasan tersebut meliputi hal-hal berikut.
1) Jenis kelamin dan usia siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi .
2) Latar belakang sosial, ekonomi, dan geografis orang tua siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi .
3) Tingkat kehadiran dan kedisiplinan siswa sebelum penelitian ini dilakukan.
5) Pengambilan data hanya dibatasi pada jam pelajaran bahasa Indonesia dan hanya dalam kurun waktu yang terbatas, sehingga data yang diperoleh tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan menulis pengalaman pribadi dari subjek penelitian secara komprehensif. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan kemampuan menulis pengalaman pribadi siswa tumbuh dalam proses yang panjang dan terus menerus.
1.8 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis mau-pun praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan dasar konseptual bagi pengembangan teori pembelajaran ketrampilan menulis di SMP. Selain itu, hasil ini juga juga dapat memperkaya prinsip-prinsip penerapan strategi inkuiri dalam me-nulis pengalaman pribadi yang menarik.
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pi-hak-pihak antara lain guru, siswa dan peneliti lai. Bagi guru, hasil penelitaian ini da-pat bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman praktis dalam melak-sanakan pembelajaran menulis serta merupakan pengalaman nyata dalam menyusun strategi pembelajaran menulis dan titik awal untuk mengembangkan model pembe-lajaran yang lain. Bagi Siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kom-petensi siswa dalam menulis pengalaman pribadi dan menumbuhkan minat belajar siswa dalam menulis. Sedangkan bagi peneliti lain, hasil penelian ini dapat dijadikan satu perban-dingan guna mengembangkan penelitian sejenis dengan subjek, objek, dan sasaran penelitian yang lebih luas.

1.9 Batasan Istilah
Dalam rangka menghindari kesalahan dalam menafsirkan beberapa istilah yang secara operasional digunakan dalam penelitian ini, berikut dikemukakan bebe-rapa definisi istilah.
1) Keefektifan
Keefektifan berasal dari kata efektif yang artinya ada efeknya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya), manjur, mempan (Poerwadarminta, 1986:266). Dengan demikian maka keefektifan merujuk pada tingkat pengaruh/akibat yang ditimbulkan.
2) Peningkatan adalah usaha yang dilakukan untuk membuat lebih dari yang biasa dilakukan atau membuat lebih baik/lebih meningkat kualitasnya dari yang sebe-lumnya.
3) Kemampuan menulis adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk melakukan aktifitas komunikasi melalui tulisan yang bertujuan untuk menyampaikan gaga-san dengan menggunakan bahasa dan lambang grafis yang dapat dipahami oleh orang lain.
3) Menulis pengalaman pribadi adalah salah satu materi pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII yang berupa tulisan pengalaman pribadi yang berisi peristiwa, kejadian, atau hal-hal yang pernah terjadi pada diri sendiri dan bersifat menyenangkan, meyedih-kan, dan mengharukan.
4) Strategi inkuiri adalah prosedur pembelajaran yang melibatkan siswa dalam menemukan sesuatu dan memecahkan masalah, yang menekankan pada kegiatan
mengamati, bertanya, menduga, mendata dan menyimpulkan.
5) Pramenulis adalah tahap awal dalam menulis yang mengarahkan siswa dalam mencurahkan topik sesuai tema, memilih topik, mengembangkan topik, dan me-nyusun kerangka wacana argumentasi.
6) Pengedrafan adalah tahap menulis yang mengarahkan siswa pada proses penu-angan ide-ide secara tertulis berdasarkan pemahaman bentuk wacana argumentasi melalui pengembangan kerangka yang telah disusun.
7) Perbaikan adalah tahap menulis yang mengarahkan siswa pada menata kembali pengembangan gagasan dan menambah, mengganti, menghilangkan kata/frase atau kalimat yang kurang lengkap/tidak tepat.
7) Penyuntingan adalah tahap menulis yang mengarahkan siswa untuk membetulkan kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca serta pilihan kata.

BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN

Prinsip-prinsip yang dikemukakan berikut ini memiliki keterbatasan. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh (1) terbatasnya buku-buku acuan yang bisa dijangkau oleh peneliti dan (2) terbatasnya kemampuan peneliti menjangkau buku-buku acuan. Karena itu pemahaman prinsip teoristis ini yang, berimplikasi terhadap pemahaman bagian-bagian yang lain, harus dilihat dari segi keterbatasan tersebut. Prinsip-prinsip teoristis yang lain, terutama yang berbeda atau yang bertentangan, dalam penelitian ini diabaikan.
2.1 Kegiatan Menulis
2.1.1 Pengertian Menulis
Menulis adalah suatu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Ujudnya adalah berupa tulisan yang terdiri dari rangkaian huruf yang bermakna dengan segala kelengkapannya, seperti ejaan, dan tanda baca. Menulis juga merupakan suatu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca dengan lambang bahasa yang dapat dilihat dan di-sepakati bersama oleh penulis dan pembaca (Akhadiyah,1997:1.3).
Menurut Takala (dalam Ahmadi, 1990: 24), membuat ringkasan menulis seperti berikut ini. Menulis adalah suatu proses menyusun, mencacat, dan meng-komunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sistem tanpa konvensional yang dapat dilihat atau dibaca. Lebih lanjut, JN Hook (dalam Ahmadi,1989:325) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu medium yang penting bagi ekspresi diri, untuk ekspresi bahasa, dan untuk menemukan makna. Lebih luas, Murray (dalam Ahmadi,1989:3) mengemukakan bahwa menulis adalah proses berpikir yang berkesinambungan, mencobakan, dan mengulas kembali. Menurut Rubin (dalam Ahmadi,1989:128), menulis merupakan proses penuangan ide dalam bentuk tertulis. Substansi retorika menulis adalah penalaran yang baik. Ini berarti bahwa sebelum atau saat setelah menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaan secara tertulis diperlukan keterlibatan proses berpikir. Menulis dalam pembela-jaran merupakan aktivitas yang menggunakan proses berpikir.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian menulis dapat
disimpulkan bahwa menulis merupakan proses berpikir yang mempunyai sejum-lah esensi yaitu mengingat, menghubungkan, memprediksi, mengorganisasikan, membayangkan, memonitor, mereview, mengevaluasi dan menerapkan. Sehingga dengan proses berpikir tersebut akan terwujud suatu tulisan yang berkualitas.
2.1.2 Tujuan Menulis
Orang menulis mempunyai maksud dan tujuan yang bermacam-macam, misal-nya memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, dan mengutarakan atau mengekspresikan perasaan atau emosi (Tari-gan, 1986:23). Meskipun tujuan menulis sangatberagam. Hart dan Reinking berpen-dapat, tujuan umum menulis hanya dua yaitu menginformasikan (to inform) dan me-yakinkan (to Persuade). Gie juga berpendaat bahwa tujuan ornag mengarang pada dasarnya ada dua tipe, akan tetapi pendapat Gie berbeda dengan pendapat Hart dan Reinking tersebut, karena menurutnya dua tipe tujuan mengarang itu adalah (1) memberi informasi, memberitahukan sesuatu, dan (2) memberi liburan, menggerak-kan hati (Gie, 1992:24).
Secara umum seseorang yang menulis memiliki empat tujuan, yaitu: untuk menginformasikan, membujuk, mendidik dan menghibur. Dari empat tujuan terse-but, tujuan pertama dan utama dari menulis adalah menginformasikan segala sesuatu, baik itu fakta, data, maupun peristiwa termasuk pendapat, dan pandangan terhadap fakta, data dan peristiwa tersebut agar khalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru tentang berbagai hal yang terdapat maupun yang terjadi di muka bumi ini.
Secara umum hakikat keterampilan berbahasa memang berorientasi pada pelatihan penggunaan bahasa dan pada siswa sebagai subyek belajar. Tujuan primer pembela-jaran keterampilan berbahasa Indonesia adalah peningkatan kemampuan siswa dalam penggunaan bahasa Indonesia untuk berbagai tujuan, keperluan dan keadaan (Budinuryanta dkk, 1997:1.4–1.7). Hal tersebut sesuai dengan salah satu rambu – rambu pemelajaran bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa belajar bahasa pada hakikatnya belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis.
2.1.3 Jenis Tulisan
Dari beragamnya tujuan menulis, maka dapatlah dikatakan bahwa bentuk-ben-tuk atau jenis tulisan akan mengarah pada jenis tulisan yang bersifat menginformasi-kan, membujuk, mendidik dan menghibur. Jenis – jenis tulisan seperti itu dalam du-nia tulis menulis lebih dikenal dengan narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi (Akhadiah, dkk, 1989:14– 5).
Narasi adalah ragam tulisan/wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. Ben-tuk tulisan ini dapat ditemukan misalnya pada karya prosa atau drama, biografi atau otobiografi, laporan peristiwa, serta resep atau cara membuat dan melakukan sesuatu.
Deskripsi (pemeran) adalah ragam tulisan yang melukiskan atau menggambar-kan sesuatu berdasarkan kesan – kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya. Sasarannya adalah menciptakan atau memungkinkan terjadinya imajinasi (daya khayal) pembaca, sehingga dia seolah – olah melihat, mengalami dan merasa-kan sendiri apa yang dialami penulisnya.
Eksposisi atau pemaparan adalah ragam tulisan yang dimaksudkan untuk me-nerangkan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pandangan pembacanya. Sasarannya adalah meng-informasikan sesuatu tanpa ada maksud mempengaruhi pikiran, perasaan dan sikap pembacanya. Fakta dan ilustrasi yang disampaikan penulis sekedar memperjelas apa yang disampaikannya.
Argumentasi adalah ragam tulisan yang dimaksudkan untuk meyakinkan pem-baca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya. Karena tujuannya meyakinkan pendapat atau pemikiran pembaca, maka penulis akan menyajikan secara logis, kritis dan sistematis disertai bukti-bukti yang ada untuk memperkuat ke-
objektifan dan kebenaran yang disampaikannya, sehingga dapat menghapus konflik
dan keraguan pembaca terhadap pendapat penulis. Contoh karangan seperti ini ada-lah hasil penilaian, pembelaan dan timbangan buku.
Persuasi adalah ragam tulisan yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya. Berbeda dengan argumentasi yang pendekatannya bersifat rasional dan diarahkan untuk mencapai suatu pembenaran, persuasi lebih menggunakan pendekatan emosional. Seperti argumentasi, persuasi juga menggunakan bukti – bukti atau fakta. Hanya saja, dalam persuasi bukti – bukti itu digunakan seperlunya atau kadang-kadang dimanipulasi untuk menimbulkan kepercayaan pada diri pembaca, bahwa apa yang disampaikan penulis itu benar. Contoh karangan ini adalah propaganda, iklan, selebaran atau kampanye.
Dari uraian di atas dapatlah dikatakan apapun wujud sebuah tulisan, di alamnya akan terdapat fakta, emosi, sikap dan isi pikiran seorang penulis. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Hadiyanto (2001:9–10) yang menyatakan bahwa apapun juga moti-vasinya, tulis menulis selalu selalu berhubungan dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang penulis untuk mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap dan isi pikirannya secara jelas dan efektif, kepada pembaca. Selanjutnya dikatakan bahwa menulis akan berbeda dengan mengarang. Menulis buah karnya berupa tulisan non-fiksi, sedangkan mengarang buah karyanya berupa tulisan fiksi seperti cerpen, cerbung atau novel, yang umumnya dihasilkan oleh para sastrawan.
Klasifikasi yang berbeda dibuat oleh Adelstein dan Piva. Mereka membuat klasifikasi tulisan berdasarkan nada (voice). Berdasarkan nada, terdapat enam jenis tulisan yakni (1) tulisan bernada akrab, (2) tulisan bernada informatif, (3) tulisan bernada menjelaskan, (4) tulisan bernada argumentatif, (5) tulisan bernada meng-kritik, dan (6) tulisan bernada otoritatif (Tarigan, 1986:28–29). Keenam jenis tulisan tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
2.1.4 Hakikat Pembelajaran Keterampilan Menulis
Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mempunyai fungsi yang sejalan
dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa rasional dan bahasa negara. Ada lima fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yaitu sebagai sarana (1) pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (2) peningkatan pengetahuan dan kete-rampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (4) penyebarluasan pe-makaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah, (5) pengembangan penalaran (Depdikbud, 2003:76). Hakikat pembelajar-an keterampilan berbahasa memang berorientasi pada pelatihan penggunaan bahasa dan pada siswa sebagai subyek belajar. Tujuan primer pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia adalah peningkatan kemampuan siswa dalam penggunaan baha-sa Indonesia untuk berbagai tujuan, keperluan dan keadaan (Budinuryanto dkk, 1998:141). Hal tersebut sesuai dengan salah satu rambu pembelajaran bahasa Indo-nesia yang menyatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan ke-mam-puan siswa dalam berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal itu dikemukakan di dalam kurikulum (Depdikbud, 1993b:21).
Orientasi pada pelatihan penggunaan bahasa diandai oleh adanya kegiatan yang secara langsung melatih siswa berbahasa yang mendominasi sebagaian besar waktu belajar. Sedikitnya, dua pertiga dari waktu belajar digunakan berlatih berbahasa (Budinuryanto dkk, 1998:105).
Dalam kegiatan menulis, siswa perlu disadarkan bahwa ada berbagai kemung-kinan cara penataan atau penyusunan kata. Oleh karena itu, penting sekali siswa mendapat kesempatan saling membaca hasil tulisan sesama teman. Dalam kegiatan menulis termasuk kegiatan menemukan kesalahan dalam menulis (dalam berbagai bidang: ejaan, tanda baca, kelengkapan dan kejelasan kalimat, pemilihan kata) dan cara memperbaikinya (Purwo, 1997:7–8).
Kegiatan yang mendukung peningkatan keterampilan menulis adalah kegiatan banyak membaca (Purwo, 1997:7-8). Semi (1990:8) berpendapat penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Kemampuan membaca dan menyimak memberi tiga ke-untungan bagi kemampuan menulis, yaitu (1) dapat memperoleh ide, memperkaya ide dari berbagai sumber informasi, (2) dapat mengetahui selera pembaca ; (3) dapat belajar menulis dengan jalan pintas. Orang tidak mungkin menjadi penulis yang baik bila sebelumnya tidak memiliki kemampuan membaca dan menyimak yang baik. Se-lain itu, kegiatan menulis sama sekali tidak dipisahkan dengan kegiatan membaca dan menyimak (Semi, 1990:8-9).
Kegiatan menulis dapat dipadukan dengan kegiatan membaca, misalnya melan-jutkan isi teks yang belum selesai, merangkai sejumlah kalimat yang belum tertata secara urut dan runtut sehingga menjadi paragraf yang baik atau menata kembali urutan paragraf.
Akhadiah dkk (1989:2–3) berpendapat proses menulis terdiri dari tiga tahap yaitu tahap prapenulisan, penulisan, dan revisi. Ketiga tahap tersebut menunjukkan kegiatan utama yang berbeda. Akan tetapi, dalam praktiknya, ketiga tahap penulisan itu tidak dapat dipisahkan secara jelas, dan sering bertumpang tindih.
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang kedua setelah berbicara da-lam komponen pembelajaran penggunaan. Pembelajaran menulis merupakan pem-belajaran keterampilan penggunaan bahasa Indonesia dalam bentuk tertulis. Kete-rampilan ini merupakan hasil dari keterampilan menyimak, berbicara dan membaca.
Dalam pembelajaran menulis perlu diperhatikan prinsip–prinsip pembelajaran-nya yang meliputi: (1) menulis tidak dapat dipisahkan dari membaca. Pada jenjang pendidikan dasar pembelajaran menulis dan membaca terjadi serempak, (2) pembela-jaran menulis adalah pembelajaran disiplin berpikir dan disiplin berbahasa, (3) pem-belajaran menulis adalah pembelajaran tata tulis atau ejaan bahasa Indonesia, dan (4) pembelajaran menulis berlangsung secara berjenjang bermula dari menyalin sampai dengan menulis ilmiah.
2.1.5 Metode Pembelajaran Keterampilan Menulis
Metode pembelajaran bahasa, khususnya menulis telah mengalami perkem-bangan yang pesat. Dengan hadirnya metode humanistik, pembelajaran bahasa sema-kin mendekati harapan. Dalam pembelajaran menulis kini muncul empat metode yang bagus untuk kegiatan tersebut. Keempat metode itu adalah (1) community Language Learning, (2) Metode Suggestopedy, (3) Metode Total Physical Response dan (4) metode The Silent Way (Kormen, 1997:6-7).
Penyelenggaraan pembelajaran bahasa senantiasa dipengaruhi oleh pendekatan tertentu dalam ilmu bahasa. Kadang – kadang seluruh penyelenggaraan pembela-jarannya bahkan dirancang atas dasar pendekatan yang digunakan sebagai acuan po-kok itu. Pendekatan itu akan mempengaruhi penentuan tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, dan bahan pembelajaran dan sebagainya (Djiwandono, 1997:7).
Beberapa pendekatan yang berpengaruh besar dalam pembelajaran bahasa, yak-ni pendekatan struktural, pendekatan kognitif dan pendekatan komunikatif. Pende-katan struktural menitikberatkan pembelajaran bahasa pada pengetahuan atau kaidah tata bahasa. Pembelajaran materi pelajaran berupa butir-butir gramatikal (tata baha-sa) yang disusun berdasarkan tahapan – tahapan. Pendekatan ini memberi kesem-patan kepada siswa untuk berlatih menggunakan bahasa (Muchlisoh dkk, 1992:7). Beberapa metode pembelajaran bahasa yang lahir berlatar belakang pendekatan struktural misalnya metode langsung (direct method) yang juga dikenal dengan berbagai nama yaitu New Method, reform method, natural method, oral method, metode berlitz (Berlitz Method) metode membaca (Reading method), metode pembelajaran.
Metode pembelajaran bahasa yang berhubungan dengan pembelajaran kete-rampilan menulis di sekolah dasar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni metode menulis permulaan dan metode menulis lanjutan.
Kurikulum 1994 tidak menyajikan secara khusus dan menyarankan pemakaian metode tertentu. Hal ini mengandung maksud agar guru dapat memilih metode yang dianggap tepat, sesuai dengan tujuan, bahan, dan keadaan siswa (Depdikbud, 2003: 27). Meskipun demikian, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan beberapa buku petunjuk yang menginformasikan berbagai metode pemelajaran bahasa yang dapat digunakan.
2.1.6 Tahapan Menulis
Kegiatan menulis meliputi serangkaian aktivitas yang berkesinambungan. Sebagaimana dikemukakan Tompkins (1994:126) rangkaian kegiatan atau tahapan menulis yaitu pra-penulisan, pemburaman, perbaikan, penyuntingan, dan pempubli-kasi. Sesangkan menurut Britton (dalam Tompkins, 1994:8) rangkaian aktivitas itu meliputi konsepsi (conception), inkubasi (incubation), dan produksi (production). Rangkaian aktivitas dalam proses menulis ii tidak bersifat mutlak dan konstan, tetapi bersifat fleksibel dan luwes. Lebih lanjut, diyatakan babwa rangkaian aktivitas terse-but tidak dilaksanakan secara linier, tetapi bersifat rekursif-simultan. Artinya secara simultan penulis senantiasa dapat melakukan pemaduan antar-tahap yakni dengan cara pada satu tahapan menulis dilakukan, penulis dapat kembali pads tahapan sebelumnya.
Tahapan-tahapan dalam menulis sebagaimana dikemukakan Arief (2006:22-23) dikemukakan sebagai berikut.
1. Tahap pra-menulis meliputi memilih terra, memilih topik/subtopik, mengumpul¬mengorgonisasikan bahan, menentukan tujuan tulisan, menentukan sasaran tulisan, menentukan bentuk/jems tulisan,
2. Tahap pengedrapan /pemburaman meliputi menentukan komposisi topik dan sub topik, menentukan ide pokok dan pengembang, menyusun kerangka tulisan, me¬ngembangkan kahmat utama dan pengembang, mengembangkan paragraf pem¬buka, paragraf isi, dan paragraf penutup.
3. Tahap perevisian/perbaikan meliputi mencermati kembali hasil tulisan, menandai bagian yang kurang tepat, mentbah bagian yang kurang tepat sesuai dengan ke¬rangka, bentuk Berta tujuan tulisan, membandingkan hasil perbaikan dengan draft/ buram awal.
4. Tahap penyuntingan/pengeditan meliputi meneliti kembali keutuhan dan kepadu¬an tulisan, menandai kesalahan teknis kebahasaan, menghilangkan atau menam¬bah bagian dalam tulisan, dan membetulkan kesalahan teknis kebahasaan.
5. Tahap penyajian/pemublikasian meliputi mengkreasikan unsur-unsur formal tuli¬san jenis, bentuk, dan ukuran huruf, besar-kecil), mengembangkan media publi¬kasi tulisan jenis dan bentuk sarana; audio, visual, audio visual).
2.1.7 Penilaian Keterampilan Menulis
Penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil pro-gram kegiatan telah sesuai dengan tujua atau kriteria yang telah ditetapkan. Penilaian dapat dilakukan secara tepat jika kita tersedia data yang berkaitan dengan objek peni-lain. Untuk memperoleh data tersebut diperlukan alat penilaian yang berupa peng-ukuran. Penilaian dan pengukuran merupakan dua kegiatan yang saling berkaitan.
Keberhasilan merupakan harapan setiap orang. Demikian juga bagi guru dan
siswa dalam proses pembelajaran. Keberhasilan tersebut akan dapat diketahui dengan
melakukan penilaian atau evaluasi (Pujiati dan Rahmina, 1997:1.1).
Penilaian merupakan salah satu subsisten yang penting dalam sistem pendidi-kan. Penilaian termasuk komponen penting dalam sistem pendidikan karena mencer-minkan perkembangan atau kemajuan pendidikan dari satu waktu ke waktu lain. Se-lain itu, melalui penilaian dapat dibandingkan tingkat pencapaian prestasi pendidikan antara satu sekolah dengan sekolah atau wilayah lainnya.
Menurut Depdikbud penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk mempe-roleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Pada dasarnya, yang dinilai adalah program, yaitu suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya, lengkap dengan rincian tujuan dari kegiatan tersebut.
Penilaian proses dan hasil belajar bertujuan untuk menentukan ketercapaian tujua pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kuriku-lum, garis-garis besar program pembelajaran, atau dalam perangkat perencanaan kegiatan pembelajaran lainnya (Depdikbud, 2003:2).
Penilaian merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh guru sebagai bagian dari system pengajaran yang direncanakan dan diimplementasikan di kelas. Komponen – komponen pokok penilaian meliputi pengumpulan informasi, interpres-tasi terhadap informasi yang telah dikumpulkan, dan pengambilan keputusan. Ketiga komponen itu kait mengait dan sebelum melakukannya guru harus menentukan atau merumuskan tujuan penilaian.
Tujuan dan fungsi penilaian khususnya penilaian hasil belajar dapat berma-
cam, yang antara lain adalah (1) mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran, (2)
mengetahui kinerja berbahasa siswa, (3) mendiagnosis kesulitan belajar siswa, (4) memberikan umpan balik (feedback) terhadap peningkatan mutu program mutu program pembelajaran, (5) menjadi alat pendorong dalam meningkatkan kemam-puan siswa, (6) menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan jurusan, kenaikan kelas, atau kelulusan, (7) menjadi alat penjamin, pengawasan, dan pengendalian mutu pendidikan. Lebih dari itu, penilaian hasil belajar yang dilakukan secara siste-matis merupakan bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada masya-rakat.
Penilaian yang baik harus memiliki kriteria atau ciri-ciri terpercaya (reliable),
tepat (valid), dan praktis (Nuraini dalam Supriyadi dkk, 1992:375). Dikatakan terper-
caya (reliable) apabila hasil penelitian dengan alat itu pada siswa yang sama bebe-rapa kali pada siswa yang sama dalam beberapa kali penilaian hasilnya hampir sama, dengan tingkat kesalahan kurang dari 5% (Pujiarti dan Rahmina, 1997:8.7).
Alat penelitian disebut tepat (valid) apabila mampu mengukur apa yang seha-rusnya diukur, dengan kata lain, alat ukur tersebut memenuhi fungsinya sebagai alat ukur. (Pujiarti dan Rahmina, 1997:8.4). Dengan kata lain alat ukur tersebut mampu memenuhi fungsinya sebagai alat ukur.
Menurut Pujiati dan Rahmina (1997:8.4) ada tiga jenis ketepatan atau validitas, yaitu validitas isi (content validity), validitas criteria terkait (criterian related val-idity), dan validitas konstrk (contruct validity). Amran Halim dkk. (1974:31-34 dan Nuraeni dalam Supriyadi dkk. (1992:56) menyebut ada validitas isi, validitas empiris (empirical validity) dan validitas bentuk (face validity).
Validitas isi maksudnya ialah validitas yang menunjukkan suatu alat ukur mampu mengukur hal – hal yang mewakili keseluruhan isi yang harus diukur (Pujiati dan Rahmina, 1997:8.4), atau mampu mengukur bidang aspek keterampilan yang hendak diukur (Nuraeni dalam Supriyadi dkk. 1992:375). Validitas kriteria terkait (ada yang menyebut dengan istilah validitas empiris atau validitas pragmatis) adalah validitas alat ukur ditinjau dari hubungan alat ukur yang sedang disusun dengan alat ukur lain yang dianggap sebagai kriteria. Apabila kriterianya tersebut pada waktu yag bersamaan disebut validitas konkuren, sedangkan apabila kriterianya terdapat pada waktu yang akan datang maka disebut validitas prediktif (Pujiati dan Rahmina, 197:8.6). Validitas konstruk adalah validitas yang didasarkan pada konsep, logika atau konstruk suatu teori (Pujiati dan Rahmina, 1997:8.6). Validitas bentuk adalah validitas berdasarkan perwajahan dari susunan soal (Nuraeni dalam Supriyadi dkk., 1992:376).
Selain harus terpercaya (reliable) dan valid, alat ukur yang baik juga harus
praktis, objektif dan baku. Praktis maksudnya mudah digunakan, hemat dalam biaya dan mudah diadministrasikan. Objektif artinya pemberian skor tidak terpengaruh oleh siapa yang melakukannya dan siapa yang diberi skor. Sedangkan baku berarti petunjuk mengerjakan soal, cara memberi skor, cara menerjemahkan hasil pengukur-
an menjadi bilangan, dan cara menafsikan pengukuran menggunakan bentuk yang baku atau dianggap baku (Pujiati dan Rahmina, 1997:8.11-8.12).
Penyelenggaraan pembelajaran bahasa selalu dipengaruhi oleh pendekatan tertentu dalam ilmu bahasa. Penggunaan pendekatan tertentu akan mempengaruhi penentuan tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, dan pengembangan alat eva-luasi yang akan digunakan (Djiwandono, 1997:7).
2.2 Pengalaman pribadi sebagai bentuk tulisan deskripsi
Seiring dengan adanya tujuan rnenulis memunculkan lima jenis wacana dalam sistem retorika, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, persuasi, dan argumentasi. Narasi bertitik tolak untuk menceritakan peristiwa, deskripsi bertolak melukiskan kesan dan hasil observasi, eksposisi mengarah pada pemaparan suatu masalah, persuasi berorientasi untuk membujuk, dan argumentasi berangkat dari keinginan mempertahankan gagasan.
Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata suatu ben¬da, tempat, suasana, dan keadaan (Marahimin, 2001:45). Seorang penulls deskripsi mengharapkan pernbacanya, melalui tulisannya, dapat `melihat' apa yang dilihatnya, dapat `mendengar' apa yang didengamya, `mencium' apa yang diciumnya, ‘mencicipi' apa yang dimakannya, `merasakan' apa yang dirasakannya, serta sampai pada 'kesim-pulan' yang sama dengannya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa deskripsi merupa-kan hasil dari observasi melalui panca indera yang disampaikan melalui kata-kata.
Ada berbagai cara untuk menuliskan deskripsi, dan perbedaan-perbedaan ini timbul karena pada dasamya tidak ada dua orang manusia yang mempunyai penga¬matan yang sama, dan tujuan pengamatannya juga berbeda-beda. Bentuk deskripsi dibedakan atas dua macam, yaitu deskripsi ekspositoris dan deskripsi impresionitis (Marahimin, 2001:47).
Deskripsi ekspositoris merupakan deskripsi yang sangat logis, yang isinya pada umumnya merupakan daftar rincian yang disusun menurut sistem dari urutan-urutan logis objek yang diamatinya. Deskripsi ini juga sering dikatakan seba-gai deskripsi dengan pengembangan ruang atau spasi. Adapun deskripsi impresioni-tis, sering juga disebut dengan deskripsi simulatif, merupakan deskripsi untuk meng-gambarkan impresi penulisnya atau untuk menstimulir pembacanya.Berbeda dengan deskripsi ekspositoris yang sangat terikat pada objek atau proses yang dideskripsi-kan, deskripsi impresionitis mpresionitis lebih menekankan impresi atau kesan penulisnya.
Ketika dalam deskripsi ekspositoris dipakai urutan-ururtan logika atau urutan¬Lz-utan peristiwa objek yang dideskripsikan, maka dalam deskripsi impresionitis urutan-urutan yang dipakai adalah menurut kuat lemahnya kesan penulis terhadap bagian-bagian objek tersebut. Dalam prakteknya, seorang penulis dapat mengkombi¬nasikan dua cara deskripsi di atas.

2.3 Pendekatan Kontekstual dan Strategi Inkuiri
2.3.1 Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual (contextual leaching and learning) tumbuh dan berkem-
bang di bawah payung filsafat konstraktivisme. Dalam pandangan ini belajar meru-
pakan proses merekonstruksi pengetahuan baru yang berpusat pada diri pembelajar sendiri. Lima elemen belajar yang konstruktivistik, meliputi (1) pengaktifan pengeta¬huan yang sudah ada, (2) pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu kemudian memperhatikan detailnya, (3) pemahaman penge¬tahuan dilakukan dengan cara (a) menyusun konsep sementara, (b) melakukan proses
sharing dengan orang lain, dan (c) mengembangkan konsep lebih lanjut.
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme (con-structivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat-belajar lear-ning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian benar-nya (authentic assessment). Di atas telah disampaikan bahwa ada tujuh komponen dalam pendekatan CTL. Tujuh komponen tersebut sebenarnya dapat dengan mudah diterapkan di kelas, bidang studi apa saja dapat menerapkan CTL, dan dapat diberi-kan pada semua keadaan atau semua situasi dan kondisi. Secara garis besar, penera-pannya adalah; (1) mengembengkan pemikiran bahwa anak akan bekerja sendiri, menemukan sendiri, mengkonstruksikan pengetahuannya, mengimplementasikan pada kehidupan yang nyata, (2) melakukan sejauh mungkin kegiatan menemukan (inquiry) untuk semua topik (3)mengembangkan rasa ingin tabu siswa dengan bertanya, (4) mengkondisikan anak menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam. kelompok), (5)menghadirkan, model sebagai yang sebenarnya dengan berbagai cara selama. proses dan hasil akhir. Penerapan CTL seperti pada langkah di atas akan se-makin mudah bila ketujuh kom ponen CTL dapat dipahami dan dilakukan oleh guru.
2.3.2 Strategi Inkuiri
Strategi inkuri merupakan salah satu strategi pembelajaran yang mengede-
pankan kemandirian siswa dalam melakukan proses belajar. Strategi ini merupakan bagian dari implementasi pendekatan kontekstual. Strategi ini juga menerapkan pola berpilir kritis, kreatif, sistamtis, dan ilmiah. Tujuan utamanya agar siswa memiliki kemampuan dalam mencari, memproses, dan menyerap informasi dari sesuatu yang sang dipelajari.
Strategi inkuri adalah strategi pembelajaran dalam pendekatan kontekstual yang memberikan kesempa-tan kepada siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan yang sebelumnya belum mereka miliki. Tujuan utama membantu mengembangkan intelektual dan ketrampi-lan siswa dari berbagai aktivitas mulai dari munculnya pertanyaan-pertanyaan ten-tang suatu hal sampai dengan menyelesaikannya.
Sehubungan dengan aktivitas pembelajaranjase atau tahapan pemebela-jaran dengan strategi inkuiri dapat dikemukakan sebagai berikut.
Tahapan pertama : Menyajikan masalah
Menjelaskan prosedur inkuiri
Menyajikan sistuasi yang bertentangan atau berbeda.
Tahapan kedua : Mengumpulkan dan mengkaji bahan
Memeriksa hakikat objek dan kondisi yang dihadapi Memeriksa hat-hat yang terjadi pada objek
Tahap keiiga : Mengkaji data dan eksperimental
Mengisolasi variabel yang sesuai
Merumuskan hipotesis dan mengujinya
Tahap keempat : Mengorganisasikan dan merumuskon kesimpulan
Menarik kesimpulan
Tahap kelima : Menganalisis proses inkuiri
Menganalisis prosedur inkuiri dan mengembangkan prosedur yang lebih efektif
Sehubungan dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas hat yang perlu diper¬bambangkan, yakni (1) interaksi antara guru dan siswa, dan (2) pesan guru. Interaksi antara guru dan siswa mengarah pada prosedur kerja sama antara guru-siswa, siswa¬siswa, dan siswa-guru. Pesan guru dalam penerapan strategi ini adalah sebagai: (a) fasilitator yang menciptakan kondisi belajar kondusif, (b) motivator yang senantiasa¬ mendorong siswa untuk aktif dalam belajar, dan (c) informan yang menyediakan ber¬bagai keperluan informasi bagi siswa.
2.3.3 Pembelajaran Deskripsi Melalui Strategi Inkuiri
Berkaitan dengan implementasi strategi inkuri dalam pembelajaran menulis pengalaman pribadi di sekolah menengah pertama, maka langkah-langkah yang diternpuli guru melipui, lima tahap sebagai berikut.
1. Merumuskan Masalah
Pada awalnya guru menjelaskan arah dan tujuan pembelajaran yang dilakukan bersama. Guru memperkenalkan substansi pembelajaran melalui teks wacana tulisan pengalaman pribadi yang dibagikan oleh guru ataupun yang telah dibawa oleh siswa. Melalui pengantar guru tersebut mulai muncul kesadaran siswa tentang sesuatu yang akan dipe¬bjari. Kesadaran tersebut terekam dalam benak siswa dalam bentuk pertanyaan¬-pertanyaan. Pada saat inilah muncul permasa-lahan dan upaya/motivasi siswa untuk mecahkan permasalahan tersebut melalui belajar.
Kemudian guru mengajukan pertanyan lanjutan, misalnya mengapa ka-lian ingin mengetahui masalah-masalah itu? Terdiri dari atau dapat diklasifikasikan termasuk dalam kategori masalah apa? Bagaimana cara pemecahannya? Sebagai akhir tahap ini, guru meminta dan mengarahkan siswa untuk mencemati kembali masalah-masa¬lah yang sudah ditulis. Hal ini penting untuk proses belajar pada tahap selanjutnya.
2. Menetapkan Jawaban Sementara
Pada tahap ini siswa diberi motivasi untuk memberi penjelasan atau jawaban terhadap masalah-masalah tentang pengalaman pribadi. Siswa diberi tugas baik indivudual maupun kelompok untuk memberi jawaban atau pernecahan masalah tersebut. Untuk membantu siswa merumuskan hipotesis atau jawaban sementara, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lanjutan.
3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data oleh siswa berkaitan dengan trieneruskan atau mening-gal¬kan jawaban sementara. Guru perlu menginfomasikan kepada siswa untuk menggu- nakan berbagai media belajar sebagai sumber belajar. Kegiatan siswa dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Selama tahap ini untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, guru meminta secara berkala siswa melapor-kan basil pengumpulan informasinya.
4. Mengkaji Jawaban
Untuk mengkaji hasil kerja siswa menyelesaikan masalah-maslah yang ber¬kaitan dengan pengalaman pribadi, guru membimbing siswa untuk saling menu-kar basil pe¬kerjaan. Masing-masing siswa mengoreksi berbagai aspek hasil kerja siswa lainnya sesuai dengan rambu-rambu yang dikemukakan guru. Jawaban-jawaban yang telah sesuai (disertai bukti-bukti yang kuat) diberikan penguatan, sedangkan yang tidak diberikan catatan perbaikannya.
5. Menarik Kesimpulan
Para siswa dengan bimbingan guru mencoba untuk mengkombinasikan saran yang dituliskan dengan tu.juan masing-masing memecahkan masalah. Ber-kaitan den¬gan pengalaman pribadi, maka masalah-masalah yang maksud adalah struktur. judul isi, struktur kebahasaan (kosakata, ejaan, tanda baca, unsur serapan, kalimat, paragraf, kelengkapan isi).
Siswa dipandu guru untuk menarik generalisasi mikro; yakni berkaitan de¬ngan pengalaman pribadi yang dimiliki secara individual dan generalisasi makro; kesimpulan ahir tentang berbagai aspek tulisan pribadi mulai dari perencanaan, penyusunan, sampai penilaian.

BAB III
METODE PENELITIAN

Pada bab ini uraian tentang (1) rancangan penelitian, (2) populasi dan Sampel penelitian (3) instrumen penelitiaan, (4) prosedur pengumpulan data, dan (5) teknik analisi data.
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah strategi pengaturan latar penelitian, agar peneliti memperoleh data yang valid, sesuai karakteristik variabel dan tujuan penelitian. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini ialah rancangan eksperimental. Rancangan eksperimental digunakan untuk meneliti hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih
Adapun rancangan eksperimen yang dipakai adalah eksperimen dengan desain one group pre test – post test desain, dimana tujuan desain ini adalah digunakan untuk mengetes, mengecek, dan menverivikasikan hipotesa tentang ada tidaknya perbedaan siswa yang diajar dengan menggunakan strategi inkuiri dalam menulis pengalaman pribadi dengan siswa yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009. Rancangan dapat digambarkan dibawah ini :
O1 X O2
Pre Test Treatment Post Test
Alasan digunakannya desain tersebut adalah pada awal penelitian ini pengambilan data diambil dari dua tahap, yaitu tahap awal dengan cara belum diberikan perlakuan / tretment yang disebut pre test dan pengambilan data setelah diberikan perlakuan / treatment yang disebut post test, untuk kemudian keduanya diambil kesimpulan dengan metode statistik. Dimana tes dilakukan dua kali yaitu test awal (pre test) sebelum diberikan perlakuan pembelajaran dan tes akhir (post test) sesudah diberikan perlakuan pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keefektifan strategi inkuiri terhadap kemampuan menulis pengalaman pribadi antara siswa yang diberi perlakuan dengan siswa yang tidak diberi perlakuan dengan strategi inkuiri.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” (Arikunto, 1991:102). Sedang
kan Komaruddin menyatakan bahwa “populasi adalah sekumpulan kasus yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Kasus-kasus tersebut dapat berupa orang, barang, binatang, hal, atau peristiwa” (1987:203)
Di dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa kelas VII-H SMP Negeri 2 Ngawi. Oleh karena itu dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas VII-H SMP Negeri 2 Ngawi yang berjumlah 40 siswa.
3.2.2 Sampel
Mengingat tujuan penelitian ini hanya untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan siswa yang diajar dengan menggunakan strategi inkuiri dalam menulis pengalaman pribadi dengan siswa yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009 maka sample yang digunakan adalah keseluruhan dari populasi yakni kelas VII-H yang berjumlah 40 siswa. Teknik penetapan sample ini di dasarkan atas pendapat Suharsimi Arikunto (1998:120) yang menyatakan bahwa “Apabila subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi.”
Sedangkan teknik pengambilan sampling adalah dengan total sampling, alasan digunakan total sampling, karena jumlah subyek dari populasi kurang dari 100 subyek, sehingga sampel diambil semua populasi yang ada, dengan harapan semua populasi dapat diberikan perlakuan penelitian dengan merata.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini digunakan tagihan sebagai alat pengumpul data. Tagihan adalah konsep penilaian yang digunakan untuk menagih kepada siswa perihal yang berkaitan dengan upaya untuk mengetahui standar kompetensi, kompetensi darar, dan indikator yang dicapai siswa sesudah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran (Depdiknas, 2004:21).
Jenis tagihan yang digunakan dalam penelitian ini berupa non tes. Jenis tagihan non tes dapat berupa lembar observasi, untuk mengetahui tingkat kemampuan menulis pengalaman pribadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Untuk mengatasi kesukaran dalam melakukan penilaian terhadap kemampuan menulis pengalaman pribadi siswa, dalam penelitian ini instrumen penilaian yang digunakan dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian. Fokus penilaian yang dimaksud dipilah ke dalam tahapan menulis yakni pra-menulis, pemburaman, perevisian, dan penyuntingan.
Lembar evaluasi digunakan untuk mengukur proses dan basil belajar menulis pengalaman pribadi siswa melalui strategi inkuiri. Data yang terkumpul berupa skor kemampuan menulis pengalaman pribadi siswa digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan penelitian tindakan. Lembar ini berbentuk panduan evaluasi basil belajar siswa. Di dalamnya memuat kriteria jawaban dan pensekoran yang di dasarkan atas intrumen berikut.
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Menulis Pengalaman Pribadi
No KRITERIA JAWABAN PENSEKORAN
Bobot jawaban Rentang skor
1 Kesesuaian judul dengan isi
o Sesuai
o Cukup sesuai
o Kurang sesuai
o Tidak sesuai
4
2 Kelengkapan isi
o sesuai
o cukup sesuai
o kurang sesuai
o tidak lengkap
3 Ketepatan penggunaan huruf kapital, ejaan dan tanda baca :
o tidak ada kesalahan
o sedikit kesalahan
o banyak kesalahan
o semua salah
4 Ketepatan pilihan dan penggunaan kosakata
o Kosakata sesuai dengan ragam jurnalistik
o Kosakata cukup sesuai dengan ragam jurnalistik
o Kosakata kurang sesuai dengan ragam jurnalistik
o Semua kosakata tidak sesuai dengan ragam jurnalistik
4
5 Ketepatan pilihan dan penggunaan kalimat
o Kalimat dapat dipahami dan saling bertautan
o Kalimat cukup dapat dipahami dan cukup bertautan
o Kalimat kurang dapat dipahami dan kurang bertautan
o Kalimat tidak dapat dipahami dan tidak bertautan
4
6 Isi keseluruhan
o jelas dan lengkap
o cukup jelas dan cukup lengkap
o kurang jelas dan kurang lengkap
o tidak jelas dan tidak lengkap
4
7 Kerapian penyajian
o terbaca, rapi, dan bersih
o terbaca, rapi dan kurang bersih
o terbaca, tidak rapi dan tidak bersih
o tidak terbaca, tidak rapi dan tidak bersih

Skor Maksimal 28

Untuk menentukan nilai menulis pengalaman pribadi maka peneliti menggunakan rumus sebagai berikut:
Nilai =
3.4 Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
3.4.1 Metode Tes
Tes adalah alat yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan dalam jangka wakti tertentu. Dalam penelitian ini metode tes berupa pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan, sedangkan dalam penelitian ini metode tes yang digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan menulis pengalaman pribadi yang diimplikasikan pada pre test dan post test. Tes yang digunakan dalam pretest dan postest ini adalah sama yakni menuliskan pengalaman pribadi. Hanya saja keduanya dilakukan dalam kurun waktu yang berbeda.

3.4.2 Metode Observasi
Metode observasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai metode bantu yang berfungsi untuk melengkapi data-data yang sekiranya belum tercakup dalam tes. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi partisipan, karena peneliti terlibat langsung dalam proses belajar Observasi digunakan untuk mendapatkan data tentang proses pelaksanaan pembelajaran dengan strategi inkuiri pada pembelajaran menulis pengalaman pribadi yang dilakukan oleh subjek. Sebagai instrument digunakan pedoman observasi yang berbentuk check list. Sedangkan langkah-langkah penyusunan pedoman obserasi adalah :
1) Observasi pada penelitian ini adalah dengan observasi sistematis, dimana setiap obsever sudah diberikan item-item yang akan diobservasikan.
2) Observasi pada penelitian ini adalah digunakan untuk mengamati siswa dalam situasi pembelajaran dengan menggunakan strategi inkuiri.
3) Item observasi mencakup pembelajaran variabel strategi inkuiri.
Untuk memperoleh data yang benar-benar objektif, peneliti meminta bantuan dua orang guru bahasa Indonesia untuk melakukan observasi tentang kemampuan menulis pengalaman pribadi dengan instrument yang telah disiapkan.
3.5 Teknik Analisis Data
Untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis peneliti yang akan diajukan maka setelah data terkumpul diadakan pengolahan data sehingga dapat menghasilkan kesimpulan, teknik analisis data merupakan cara yang digunakan dalam mengolah dan menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian, guna membuktikan hipotesis yang telah diajukan.
Pengolahan dan analisis ini sangat penting dalam penelitian, utamanya apabila diinginkan kesimpulan tentang masalah yang diteliti. Sebab data kasar yang tidak dianalisis tiak memberikan arti dalam implikasinya, maka perlu diadakan pengolahan dan analisis dengan menggunakan metode dan teknik tertentu, sebagai teknik analisis data penelitian ini digunakan teknik analisis secara kuantitatif.
Teknik analisis data secara kuantitatif pada penelitian ini dilakukan melalui pengujian persyaratan analisis, dengan teknik analisis uji t-test sample for means (uji kesamaan dua rata-rata yang berpasangan) dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan :
t = Hasil uji t
MD = Mean dari defference
SEMD = Standart error dari Mean defference (Sudijono, tt:295)
Alasan digunakannya uji t adalah karena hasil dari data penelitian yang diperoleh dari pre test dan post test akan dibandingkan, sehingga akan didapatkan hasil penelitian yang diharapkan. Dan setelah mengetahui nilai t maka langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis penelitian yakni
1) Merumuskan terlebih dahulu Hipotesis alternative (Ha) dan Hipotesis nihilnya (Ho) yakni:
a. Hipotesis Null (Ho) yang berbunyi tidak ada perbedaan siswa yang diajar dengan menggunakan strategi inkuiri dalam menulis pengalaman pribadi dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009.
b. Hipotesis Alternatif (Ha) yang berbunyi ada perbedaan siswa yang diajar dengan menggunakan strategi inkuiri dalam menulis pengalaman dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngawi tahun pelajaran 2008/2009.
2) Menguji signifikansi t o, dengan cara membandingkan besarnya t o ( ”t” hasil observasi atau ”t” yang tercantum dalam Tabel Nilai ”t”), dengan terlebih dahulu menetapkan degrees of freedomnya (df) atau derajat kebebasannya (db), yang dapat diperoleh dengan rumus: df atau db = N-1.
3) Mencari harga kritik ”t” yang tercantum pada Tabel Nilai ”t” dengan berpegang pada df atau db yang telah diperoleh, baik pada taraf signifikansi 5% ataupun taraf signifikansi 1%.
4) Melakukan perbandingan antara t o dan t t, dengan patokan sebagai berikut :
a. Jika t o lebih besar atau sama dengan t t maka Hipotesa Nihil ditolah; sebaliknya Hipotesa alternatif diterima atau disetujui. Berada antara kedua variabel yang sedang kita selidi perbedaaannya, secara signifikan memang terdapat perbedaan.
b. Jika t o lebih kecil daripada t t maka Hipotesa Nihil diterima atau disetujui; sebaliknya Hipotesa alternatif ditolak. Berarti bahwa perbedaan antara variabel I dan variabel II itu bukanlah perbedaan yang berarti, atau bukan perbedaan yang signifikan.



















DAFTAR PUSTAKA


Arsyad, Azhar. 2000. Media Pengajaran. Cet. Ke-2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Akhadiah, S. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud

Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan. 1996. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Ahmadi, M. 1989. Penyusunan dan Pengembangan Paragraf. Malang: YA3 Malang.

Ahmadi, M. 1990. Strategi Belajar Mengajar Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi Sastra. Malang:YA3

Ashadi, P. 1998. Gambar sebagai media Pembelajaran, Bandung:Sinar Baru

Aminudin, 1996. Pendekatan Pembelajaran. Bandung : Rosdakarya

Arief, N. F. 2006. Ketrampilan Berbahasa. Bahan Matakuliah Bahasa Indonesia Lanjut. Malang: Tidak Dipublikasikan

Arief, N. F. 2006. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bahan Matakuliah Bahasa Indonesia lanjut. Malang : Tidak Dipublikasikan

Budinuryanta, JM. Kasurijanta, dan Imam Koemen. 1998.Pengajaran Ketrampilan Berbahasa. Jakarta: Depdikbud.

Depdiknas. 2003. Kurikulum Bahasa Indonesia 2004 SD. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas.2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi guru mata Pelajaran bahasa Indonesia. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas.2003. pelatihan Terintegrasi berbasis kompetensi guru mata pelajaran bahasa Indonesia.Berbicara. modul : Ind A. 02. jakarta : Depdiknas

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004, Standar kompetensi Mata pelajaran bahasa dan Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. (Draft final). Jakarta : Depdiknas

Gorys, Keraf. 1994. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemampuan Berbahasa. Ende: Flores.
Hadiyanto. 2001Membudayaakan Kebiasaan Menulis : Sebuah Pengantar. Jakarta : Fikahati Aneska.

Djiwandono, Soenardi. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: ITB.

Purwo, Bambang Kaswanti.1997.Pokok-pokok Pengajaran Bahasa dan Kurikulum 1994. Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Hasibuan, Mujiono. 1989. Proses belajar Mengajar Keterampilan Dasar Mikro. Bandung : Rosdakarya.

Gorys, Keraf. 1994. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemampuan Berbahasa. Ende: Flores.

Marahimin, Ismail. 2001. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.

Nurhadi. 1987. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung : Sinar Baru

Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pendekatan Kontekstual. Malang : UM Press

Nurhadi dan Roekhan. 1987. Kajian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya. Malang: FPBD IKIP

Nurgiyantoro, B. 1987. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta : BPFE

Parera, J. D. 1998. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta : Gramedia

Peter, Bidlr, G. 1992. Writing Matter. New York: Mac Millan Comp.

Pujiati Suyoto dan Iim Rahmania. 1998. Materi Pokok Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Sadiman, Arief. 1986. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali.

Semi, Atar, M. 1990. Menulis Efektif. Padang: Angkatan Raya.

Koemen, Imam. 1997. Pembelajaran Ketrampilan Menulis. Dalam Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Depdikbud.

Sabarti dkk. 1997. Menulis I. Jakarta: Depdikbud.

Syafi’i, I. 1994. Retorika dalam Menulis. Jakarta : Depdikbud

Suparno. 1998. Pengajaran Bahasa Indonenesia di Sekolah. Jakarta: Erlangga.

Tarigan, Henri Guntur. 1986. Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung: Tarsito.

Tarigan, D. 1987. Membina Ketrampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannnya. Bandung : Angkasa

The Liang Gie. 1992. Pengantar Dunia Karang Mengarang.Yogjakarta: Liberty.

Tompkisn, G. E. 1994. Teaching Writing Balancing Process and Product. New York : Macmilan College Publishing Company.

Wiriatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya

Widyamartaya, A. 1990. Seni Menuangkan Gagasan. Yogjakarta: Kanesius.

Widodo Hs. Dkk. 1994. Pembelajaran Ketrampilan Menulis Terpadu. Jakarta: Depdikbud.




Selengkapnya...